Ilmuwan Masih Perdebatkan Tingkat Bahaya Plastik Kemasan Makanan
Jakarta, Telah lama beredar informasi bahwa kemasan kemasan makanan yang terbuat dari plastik berbahaya dan dapat mengancam kesehatan. Gangguan yang ditimbulkan mulai dari sakit kepala, obesitas, hingga kanker. Namun, benarkah demikian?
Ilmuwan mengatakan, masih terlalu dini bagi mereka untuk mengetahui sepenuhnya risiko kesehatan yang diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia dalam pengemasan makanan. Masih diperlukan penelitian mengenai efek buruk itu pada tubuh manuisa maupun perkembangan janin, mengingat setidaknya ada 4.000 bahan kimia yang digunakan dalam pengemasan makanan.
Hubungan antara kemasan makanan dengan obesitas, diabetes, dan gangguan neurologis juga harus dieksplorasi lebih lanjut. Meski yang lain masih sibuk memperdebatkan dan menerka, sekelompok ilmuwan justru mencemaskan kesehatan para konsumen.
Sekelompok peneliti yang terdiri dari Jane Muncke, John Peterson Myers, Martin Scheringer, dan Miquel Porta menyerukan untuk dilakukan penyelidikan terhadap risiko kesehatan dari kemasan makanan. Mereka menyerukan imbauannya dalam sepotong komentar dalam sebuah tulisan yang diterbitkan di Journal of Epidemiology and Community Health.
Mereka mengatakan bahwa bahan kimia seperti formalin, yang dikatakan dapat menyebabkan kanker, digunakan dalam banyak bahan.Termasuk di antaranya kemasan plastik yang digunakan untuk botol minuman soda dan peralatan makan.
Zat kimia itu dapat larut ke dalam makanan. Namun, risiko paparan seumur hidup akibat bahan kimia tersebut belum didokumentasikan. Demikian ujar para peneliti tersebut. Menurut anggapan mereka, ketika para ilmuwan dan pengambil kebijakan masih memperdebatkannya, para konsumen akan tetap terpapar bahan kimia itu, setiap hari. Untuk itu perlu segera diambil tindakan.
"Sementara pengetahuan mengenai zat-zat tersebut masih diperdebatkan dan para pembuat kebijakan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan stake holder, konsumen akan tetap terpapar bahan-bahan kimia tersebut tiap hari, kebanyakan tanpa disadari," ungkap mereka. Tapi tentu, melakukan penelitian mengenai bahaya bahan kimia dalam kemasan makanan tidak akan mudah. Ungkap mereka, penyebabnya karena tidak ada populasi kontrol, yakni orang yang sama sekali tidak terpapar sebagai variabel pembanding. Seruan mereka lantas menuai kritik.
Menganggap serius klaim formalin dalam botol plastik dapat menyebabkan kanker, sangat sulit dilakukan. Demikian ungkap Dr Ian Musgrave, pengajar senior farmakologi di Universitas Adelaide.
Menurutnya, bahan kimia tersebut secara alami terkandung dalam beberapa jenis makananan. Untuk mendapat paparan formaldehid dengan jumlah sama seperti pada sebutir apel, seseorang harus minum paling sedikit 20 liter minuman berkemasan plastik.
"Jelas, kekhawatiran tentang formalin kemasan makanan itu sangat berlebihan. Kecuali kita bersedia untuk melabeli stiker 'berpotensi menyebabkan kanker' pada setiap buah dan sayuran segar," imbuhnya sebagaimana dikutip dari BBC News, Selasa (25/2/2014).
Tanggapan lain diberikan oleh Jon Ayres, seorang professor Environmental and Respiratory Medicine di Universitas Birmingham. Ia tidak mengabaikan fakta adanya zat-zat kimia yang terkandung dalam kemasan makanan. Ia justru mempertanyakan seberapa banyak kuantitas yang membahayakan dan bagaimana efek yang ditimbulkan.
Tanggapan yang berbeda juga dikemukakan oleh Dr Oliver Jones, pengajar di Universitas RMIT, Melbourne, Australia. Menurutnya kadar lemak, gula, dan garam dalam makanan olahan lebih perlu dikhawatirkan dibanding kontaminasi zat kimia dari kemasan ke makanan. Meski demikian, ia tak menyangkal bahwa ilmuwan memang harus melakukan penelitian lebih lanjut.
www.detikhealth.com