Kesiapan Daerah Tidak Merata
Pemanfaatan Bonus Demografi Butuh Strategi
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah provinsi di Indonesia terancam tak bisa memanfaatkan bonus demografi pada 2020-2035. Selain perbedaan usia produktif, kesiapan daerah, seperti penyediaan lapangan kerja dan peningkatan mutu pendidikan, jadi penentu mendapat bonus demografi. Karena itu, perlu rencana strategis sesuai kondisi tiap daerah.
Deputi Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wendy Hartanto memaparkan hal itu seusai seminar bertema "Indonesia dari Sudut Pandang Bonus Demografi: Tantangan dan Harapan", Kamis (26/3), di Jakarta.
Turut hadir dalam acara itu antara lain mantan pelaksana tugas Kepala BKKBN Fasli Jalal, Menteri Perikanan dan Kelautan (2004-2009) Sarwono Kusumaatmaja, mantan Kepala Badan Koordinasi Kelurga Berencana Nasional Haryono Suyono, dan Rektor Universitas Trilogi Asep Saifuddin.
"Rasio ketergantungan tiap daerah berbeda. Jika dua orang usia produktif menanggung satu orang, maka daerah itu mendapat bonus demografi," kata Wendy. Bonus demografi tercapai jika jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan anak dan orang lanjut usia (lansia) sehingga rasio ketergantungan ada di bawah 50.
Provinsi yang diperkirakan mendapat bonus demografi pada 2020-2035 antara lain DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten, Bali, dan Jawa Timur. Namun, pada saat yang sama, Maluku dan Nusa Tenggara Timur dengan rasio ketergantungan 52-60 diprediksi belum menikmati bonus demografi.
Angka kelahiran tinggi
"Angka kelahiran di NTT amat tinggi, sedangkan lapangan pekerjaan amat kurang," kata Wendy. Masalah yang muncul di beberapa daerah antara lain angka kelahiran tinggi sehingga jumlah anak meningkat serta migrasi usia prodkutif disebabkan tak ada lapangan kerja di daerah itu. Sebaliknya, DKI Jakarta dan Yogyakarta menjadi tempat para usia produktif bekerja.
Saat ini , sekitar 70 persen angkatan kerja Indonesia berpendidikan maksimal setara SMP. Selian itu, asupan gizi anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia mencapai 37,2 persen dari total jumlah anak balita bertubuh pendek atau stunting.
"Bonus demografi harus dipersiapkan sekarang, mulai dari kandungan dan pemenuhan gizi 1.000 hari kehidupan pertama," kata Fasli. Karena itu, perlu upaya strategis di semua daerah terkait persiapan memanfaatkan bonus demografi. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 termuat bonus demografi.
Namun, strategi pada RPJMN itu dinilai masih makro. Karena itu, strategi penerapan di daerah harus diatur, misalnya penertapan provinsi prioritas untuk bersiap memanfaatkan bonus demografi, peningkatan mutu pendidikan, dan pembukaan lapangan kerja.
Haryono menambahkan, strategi di tiap daerah tak mesti sama atau generalisasi, tetapi harus sesuai potensi daerah. Jika jumlah tamatan sekolah dasar (SD) lebih besar, pemerintah daerah harus membuka usaha agar tamatan SD bisa bekerja."Jangan menunggu semuanya sarjana. Bonus demografi hanya sekali didapat,"ucapnya.
Menurut Asep, peran perguruan tinggi dalam melaksanakan penelitian kependudukan perlu digalakkan."Universias di tiap daerah bisa berperan untuk menyiapkan dan memanfaatkan bonus demografi,"ujarnya.
Persiapan pemanfaatan bonus demografi perlu lintas sektoral karena saling terkait pendidikan, industri, dan kesehatan. "Jika tak dimanfaatkan, akan jadi bencana. Apalagi, kondisi negara-negara di Asia tak mengalami bonus demografi," kata Sarwono.
Wendy menjelaskan, pemerintah daerah harus menafsirkan RPJMN sesuai dengan kondisi dan potensi daerah. "Kami mendorong provinsi agar penyusunan rencana strategisnya berwawasan kependudukan,"katanya.