MATERAI BUKAN SYARAT SAH SUATU DOKUMEN
Meterai dalam proses pengadaan barang/jasa merupakan salah satu benda yang sering digunakan. Bahkan di beberapa tempat, dokumen yang seharusnya bermeterai namun tidak dikenakan meterai langsung dianggap tidak sah.
Pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya, Meterai digunakan di Formulir Isian Kualifikasi dan Kontrak/SPK antara Penyedia dengan PPK. Juga meterai digunakan pada surat-surat jaminan serta pernyataan-pernyataan yang diperlukan pada proses pengadaan barang/jasa.
Nah, bagaimana kalau dokumen yang seharusnya bermeterai, misalnya pada formulir isian kualifikasi, namun tidak diberi meterai atau tandatangan tidak kena meterai atau meterai “tidak dimatikan” (sebuah istilah yang diberikan apabila meterai tidak dibubuhi tanggal, bulan, dan tahun)?
Apakah dokumen tersebut tetap sah dan dapat digunakan? Atau penawaran penyedia barang/jasa (apabila menggunakan metode Pascakualifikasi, maka formulir isian kualifikasi tidak dapat diubah lagi) digugurkan karena tidak memenuhi ketentuan?
Pada tulisan ini, kita akan membahas masalah tersebut.
Pertanyaan pertama sebenarnya adalah, apa itu Meterai?
Pengaturan tentang Meterai diatur melalui Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Pengertian meterai tertuang pada Pasal 1 Ayat 2 Huruf b, yaitu:
Benda materai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
Sedangkan maksud dari meterai tertuang pada UU Nomor 13 Tahun 1985 Pasal 1 Ayat 1, yaitu:
Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini
Dari 2 pasal ini jelas bahwa Meterai adalah sebuah benda yang berbentuk tempel atau kertas yang bertujuan sebagai bukti pembayaran Pajak.
Artinya, sah atau tidaknya sebuah dokumen bukan ditentukan ada atau tidaknya meterai pada dokumen tersebut, karena meterai bukan merupakan syarat sah sebuah dokumen namun merupakan bukti pembayaran pajak.
Nah, bagaimana apabila sebuah dokumen yang seharusnya bermeterai namun tidak diberikan meterai?
Mari kita lihat UU Nomor 13 Tahun 1985 Pasal 8 ayat 1 dan 2:
- Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar
- Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus melunasi Bea Meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.
Pasal ini lebih memperjelas bahwa dokumen yang tidak atau kurang bermeterai hanya dikenakan denda administrasi dan tidak menyatakan bahwa dokumen tersebut tidak sah.
Bagaimana dengan meterai yang tidak kena tandatangan atau “tidak dimatikan?” Apakah sah atau tidak dan bagaimana tindaklanjutnya?
Ketentuan tata cara meterai, yang terdiri atas ketentuan lokasi perekatan, tandatangan yang melintasi meterai dan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun pada meterai diatur pada Pasal 6 ayat (1) hingga (8).
Pada Pasal 6 ayat (9) disebutkan bahwa:
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak ber Meterai
Bagaimana cara pemeteraian kemudian? Apakah dengan menempel meterai langsung pada dokumen?
UU Nomor 13 Tahun 1985 Pasal 10 menyebutkan bahwa:
Pemeteraian kemudian dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Jadi jangan asal tempel meterai saja, melainkan bawa ke Kantor Pos terdekat untuk dilakukan pemeteraian kemudian.
Kesimpulannya, jangan sekali-sekali panitia/pokja ULP menggugurkan sebuah dokumen yang tidak bermeterai, karena meterai bukan syarat sah suatu dokumen melainkan bukti pembayaran pajak. Apabila tidak bermeterai, lakukan pemeteraian kemudian dan walaupun bersifat “post bidding” namun post bidding yang diperintahkan oleh Undang-Undang.
Dikutip oleh i gede panca y.pura
Sumber : http://forum.pengadaan.org dan http://www.khalidmustafa.info/
0 komentar
belum ada komentar