Pulau Kolepom Ditetapkan Sebagai Kawasan Konservasi Perairan di PPS
Aktivitas penangkapan ikan masyarakat
Merauke - Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia secara resmi tetapkan kawasan konservasi di perairan Pulau Kolepom, Kabupaten Merauke, Papua Selatan sebagai kawasan konservasi perairan lewat Keputusan Menteri Nomor 5 Tahun 2023 (KEPMEN-KP No.5/2023).
Penetapan yang dilakukan pada 5 Januari 2023 lalu ini menambah kawasan konservasi baru di timur Indonesia sekaligus menjadikan Pulau Kolepom kawasan konservasi pertama di perairan Papua Selatan. Hal ini mendukung salah satu dari lima program prioritas pembangunan berbasis ekonomi biru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yakni memperluas wilayah konservasi dengan target 30 persen dari total luas laut Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo, mengatakan, untuk mendukung target tersebut, Ditjen PRL melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PRL telah melakukan langkah-langkah pendampingan kepada Pemerintah Provinsi Papua, sehingga dapat mendorong penetapan usulan Kawasan Konservasi di Pulau Kolepom oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Luas total kawasan konservasi di Perairan Kolepom sebesar 356.337,90 hektare dengan 3 zona pembagian yaitu zona inti seluas 35.458,27 hektar, zona pemanfaatan terbatas seluas 286.572,61 hektar dan zona lain sesuai peruntukan kawasan seluas 34.307,02 hektar,” kata Victor, Senin (20/2/2023).
Victor menjelaskan, zona lain sesuai peruntukan kawasan terbagi lagi menjadi zona jalur alur lintas kapal seluas 27.638,99 hektar dan zona religi/situs budaya dengan luas 6.668,03 hektar. "Target kawasan konservasi Kolepom yakni habitat ikan kakap putih, ikan gulama, pari gergaji, dan udang penaeid,” ujarnya.
Tiga tahun lalu, untuk mengamankan habitat penting perikanan demersal dan spesies dilindungi di Pulau Kolepom, Gubernur Papua, Lukas Enembe menandatangani Surat Keputusan Gubernur No.188.4/295/2019 untuk menginisiasi perairan Pulau Kolepom sebagai kawasan konservasi perairan. Perairan Pulau Kolepom atau yang juga dikenal dengan Pulau Dolok adalah rumah bagi ikan kakap putih, udang, dan ikan pelagis.
Spesies-spesies ini menopang ketahanan pangan dan sumber mata pencaharian masyarakat di Pulau Kolepom dan Merauke pada umumnya, sehingga penting untuk memastikan pengelolaan dan pelestarian habitatnya. Kawasan ini juga merupakan habitat penting bagi spesies langka yang dilindungi penuh baik di tingkat global maupun nasional bagi pari gergaji. Terdapat tiga spesies pari gergaji yang meliputi Anoxypristis cuspidata, Pristis clavate, dan Pristis pristis.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua, Ir. Iman Djuniawal menjelaskan bahwa penetapan ini merupakan proses panjang yang telah diupayakan secara kolaboratif. Terbitnya keputusan ini adalah upaya bersama para pemangku kepentingan yang tergabung dalam Gugus Tugas Pengembangan Rencana Zonasi KKP Pulau Kolepom yang telah mengumpulkan, menyusun dan menganalisis data dan informasi, merancang zona dan sub zona, serta melakukan konsultasi publik untuk mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan yang lebih luas.
Gugus tugas ini dipimpin oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Papua dan didukung oleh unit kerja KKP, universitas lokal, perwakilan tokoh masyarakat dari 3 (tiga) kabupaten; Kimaam, Waan dan Tabonji, dan proyek Arafura and Timor Seas Ecosystem Action fase 2 (ATSEA-2).
“Kawasan konservasi ini memiliki beragam fungsi penting. Mulai dari menata pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan melalui perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, hingga membatasi kegiatan yang merusak ekosistem dan biota yang ada di dalamnya,” papar Iman.
Gelembung ikan yang merupakan sumber pendapatan ekonomi maayarakat
Menurutnya, kawasan konservasi akan meningkatkan potensi ekonomi, budaya, wisata, dan sumber daya alam lainnya yang secara langsung pun akan meningkatkan perekonomi dan taraf hidup masyarakat di sekeliling kawasan. Penetapan kawasan konservasi ini sekaligus memandatkan pengelolaan dan pelestariannya secara berkelanjutan kepada Pemerintah Provinsi Papua Selatan. Selanjutnya, pelestarian kawasan konservasi akan menata beban penangkapan sumber daya ikan serta menihilkan dan meminimalkan konflik pemanfaatan wilayah penangkapan ikan, khususnya bagi nelayan setempat dan nelayan pemilik modal kuat.
“Penetapan ini juga akan menata pemanfaatan gelembung ikan yang menjadi "primadona”, aktivitas penangkapan ikan dan udang, pemanfaatan mangrove serta menata habitat, ekosistem, spesies ikan, dan sumber daya alam lainnya. Sehingga harapannya, pengelolaan kawasan konservasi oleh pemprov Papua Selatan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tambah Iman turut sampaikan harapannya.
Selanjutnya, National Project Coordinator Proyek ATSEA-2, Dwi Ariyoga mengatakan bahwa Proyek ATSEA-2, yang merupakan kerja sama Pusat Riset Perikanan KKP dengan UNDP Indonesia, telah memberikan dukungan teknis dalam proses penetapan kawasan ini melalui berbagai rangkaian kegiatan. “Proyek ATSEA-2 berkontribusi dengan memberikan fasilitasi peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat, pendampingan dalam konsultasi publik serta teknis untuk penyusunan dokumen rencana zonasi kawasan konservasi ini telah dilakukan,” jelas Yoga.
Ke depannya, penyusunan kelembagaan dan rencana pengelolaan perlu dilakukan yang diharapkan memuat perencanaan program peningkatan kapasitas bagi masyarakat lokal dan praktisi di wilayah tersebut dalam memastikan keuntungan dan peningkatan mata pencaharian masyarakat di Laut Arafura secara luas.
Regional Project Manager ATSEA-2, Handoko Adi Susanto menambahkan bahwa penetapan kawasan konservasi merupakan salah satu target proyek untuk berkontribusi tidak hanya pada pencapaian komitmen nasional pemerintah Indonesia, tetapi juga secara global. “Penetapan kawasan konservasi ini turut berkontribusi capai target Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin 14 (life below water), sekaligus target konservasi laut global,” tutup Handoko.