Pembangunan Pasar Blorep Merauke ditolak, ini Respons Bupati Mbaraka
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka
Merauke, Jubi – Bupati Merauke, Romanus Mbaraka menanggapi atau merespons reaksi penolakan mama-mama pedagang orang asli Papua terhadap upaya pemerintah daerah membangun pasar khusus bagi pedagang Papua di Blorep Kelurahan Kamundu, Distrik Merauke, Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Bupati Romanus Mbaraka saat dikonfirmasi Jubi, Selasa (31/10/2023), menyatakan bahwa pemerintah daerah telah terlebih dahulu melakukan kajian strategis sebelum membangun pasar khusus bagi pedagang Papua di sekitar kawasan perumahan Blorep, Kelurahan Kamundu, Distrik Merauke.
“Oh alasan mereka (mama-mama pedagang) karena letaknya tidak strategis, lokasinya terlalu jauh dari pusat kota? Masyarakat dalam berpikir itu untuk saat ini, sementara pertumbuhan dan perkembangan kota terus berjalan,” kata Mbaraka.
“Kan masyarakat belum berpikir secara komplit, berpikir jangka panjang. Saya kasih gambaran saja, besok (waktu mendatang) perumahan di Blorep akan bertambah banyak. Pertumbuhan kawasan permukiman baru akan berdampak terhadap sebuah kawasan. Daerah itu akan ramai,” sambungnya.
Perkembangan kawasan permukiman di Blorep, kata Mbaraka, turut mendorong pertumbuhan transportasi kota. Pemerintah setempat telah berencana menata sistem transportasi kota khususnya di kawasan Blorep, Tujuh Wali-Wali dan Kuda Mati. Penataan sistem transportasi tersebut mengingat Merauke sebagai ibu kota provinsi akan menjadi ikon atau wajah pemerintahan di Tanah Papua bagian selatan.
“Dari arah kota, kendaraan akan melalui Blorep, sebaliknya dari Tujuh Wali-Wali (arah pusat pemerintahan Papua Selatan). Nah dengan mengatur sistem transportasi kota, itu pasti akan memberikan efek terhadap mobilitas barang dan orang. Dan daerah itu pastinya ramai,” terangnya.
Dari aspek strategis, sambung Mbaraka, kawasan Blorep berada pada posisi simpul kota. Kawasan itu dapat dengan mudah diakses melalui beberapa ruas jalan, sehingga dapat dipastikan daerah Blorep akan ramai di waktu mendatang. Hal itu tentunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Karenanya pemerintah mendorong pembangunan fasilitas pasar khusus bagi pedagang Papua di sana.
“Hari ini anda boleh bilang sepi, tapi besok anda orang pertama yang akan kejar ke situ, cari tempat. Jadi logika berpikirnya harus ke depan. Kita pemerintah berpikirnya seperti itu untuk kebaikan dan manfaat bagi masyarakat kita sendiri,” tutup Mbaraka.
Sebelumnya pada Sabtu (21/10/2023), puluhan mama pedagang orang asli Papua menggelar konfrensi pers yang intinya menolak pembangunan pasar oleh pemerintah daerah di kawasan perumahan Blorep.
Salah seorang pedagang, mama Julita Mutom menyatakan alasan penolakan tidak lain karena lokasi pasar yang tengah dibangun itu tidak strategis. Pasar bagi mama-mama asli Papua itu berlokasi di pinggiran kota, sehingga dikhawatirkan akan kurang dikunjungi pembeli.
“Siapa yang mo (mau) datang beli kalo pasar di pinggiran kota dan jauh dari pemukiman warga. Tentu nantinya juga merugikan kami,” kata Mutom.
Selain berlokasi di pinggiran kota, kata Mutom, tidak ada kendaraan transportasi umum atau angkutan kota yang beroperasi ke wilayah pasar tersebut. Tentu saja tidak akan ada pembeli atau pengunjung yang mau berbelanja di sana.
“Pemerintah bangun Pasar di Blorep tapi sampe hari ini tidak ada angkutan umum yang beroperasi ke situ. Dengan begitu, siapa yang mau datang belanja di situ? Jadi menurut kami pembangunan pasar di Blorep tidak bermanfaat bagi kami pedagang,” ujarnya.
“Kami sehari-hari berjualan di Pasar Wamanggu dan juga Pasar Mopah Baru (yang berlokasi di pusat kota). Kalau dipindahkan, tentu jualan kami tidak laku dan ini merugikan kami,” sambungnya. (*)