Sosialisasi Pengelolaan Asset dan Anti Korupsi di Pemkab Merauke
Sosialisasi anti korupsi dan asset di lingkungan Pemkab Merauke
Merauke - Pemerintah Kabupaten Merauke melalui Bagian Hukum Setda Kabupaten Merauke menyelenggarakan sosialisasi pengelolaan asset dan anti korupsi bagi ASN, Kamis (14/3/2024).
Ketua Panitia, Kabag Hukum Setda Kabupaten Merauke Victor Kaisiepo menyampaikan, tujuan yang diharapkan dari kegiatan ini guna terciptanya pemerintahan yang baik dari segi SDM serta efektivitas dalam penggunaan serta pengelolaan dan penanganan asset daerah. Kemudian, meningkatkan pemahaman bagi ASN terhadap korupsi, dan produk-produk hukum untuk mencegah tindakan korupsi pada penyelenggara pemerintah secara efektif, efisien dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Hari ini kami menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Negeri Merauke untuk memaparkan kepada kita terkait pengelolaan asset daerah dan menghindari tindak pidana korupsi," kata Victor dalam laporannya di Auditorium Kantor Bupati Merauke.
Bupati Merauke Romanus Mbaraka menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan RI memberikan penekanan khusus bahwa Indonesia terjadi high cost untuk pengadaan barang. Untuk itu, seluruh asset yang dibeli pakai uang negara adalah milik pemerintah, jangan ada yang mengklaim sebagai milik pribadi dan melakukan perlawanan.
"Ini yang sementara lagi ditertibkan di seluruh Indonesia, oleh kementrian keuangan bahwa terjadi high cost untuk pengadaan barang," seru Bupati Merauke dalam arahannya.
Tahun 2023, KPKNL pernah melakukan penertiban asset pemerintah baik yang bergerak maupun aset tetap atau tidak bergerak. Pengalaman ini, wajib menjadi atensi semua ASN untuk memahami aturan. Setiap belanja APBD yang bersangkutan dengan asset harus dicatat bendahara barang dan semua ASN wajib tertib agar ke depan penggunaan asset termasuk aset yang menjadi sumber pendapatan akan semakin baik.
Sementara untuk pelelangan dapat dilakukan namun ada pernyataan pemerintah bahwa aset ini sudah tidak dipakai oleh pemerintah
"Pemerintah daerah telah melakukan MoU dengan Kejaksaan dan Kepolisian untuk menindaklanjuti aset yang masih milik negara. Lebih baik kita tinggal di gubuk tapi itu milik sendiri daripada mengklaim rumah dinas sebagai rumah pribadi karena merasa sudah tinggal lama," pungkas Romanus.
"Kita punya komitmen kita tegakkan Merauke bebas dari korupsi. Mari kita harus bisa bersih diri dan membuat sesuatu yang lebih baik," ajaknya.
Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Eko Nuryanto, SH mengatakan terkait dengan asset daerah kebanyakan dikuasi oleh pihak ketiga, diharapkan dengan sosialisasi ini seluruh aset yang merupakan milik pemerintah dapat diserahkan dengan sukarela.
Eko menyebut, di fungsi data sendiri ada penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum, tindakan hukum lainnya dan pelayanan hukum.
"Jadi nanti dalam hal berkaitan dengan asset ini kita sudah melakukan upaya mediasi, atau pendekatan namun tidak bisa maka kita lakukan penegakan hukum," kata Eko.
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Merauke, Steven Umbora, SH di sesi berikut mengatakan, masalah tindak pidana korupsi banyak terjadi di Papua adalah pada pengadaan barang dan jasa.
"Di mana-mana, perkara yang ditangani oleh polisi atau jaksa itu perkara yang berkaitan dengan kerugian negara. Kedua, suap menyuap, kalau suap menyuap ditangani KPK. Ketiga penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi," ucap Umbara.
Umbora sedikit mengulas mengenai pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam Perpres 17 tahun 2019 mengenai percepatan pembangunan di Papua, namun masih ditemukan kebanyakan pihak penyedia barang dan jasa yang terpilih bukan OAP (Orang Asli Papua). Artinya, masih banyak perusahaan yang labelnya OAP tapi faktanya bukan OAP, entah itu yang pinjam bendera atau yang jual paket dll.
Sedangkan dalam Perpres tersebut bunyinya untuk 200 juta sampai 1 miliar, bisa pengadaan langsung dan yang memilih penyedia adalah pejabat pengadaan bukan kepala dinas. Ketika kepala dinas melakukan intervensi berarti terjadi penyalahgunaan kewenangan.
"Bapak ibu kepala dinas tolong cermati baik-baik, karena ini hal yang selalu terjadi. Ketika kami lakukan klarifikasi, hampir 80 persen di semua perusahan bukan OAP. Kalau kita melihat pasal 12 UU Tipikor, ini bisa masuk yaitu pejabat negara yang terlibat aktif dalam pengadaan barang dan jasa," tuturnya.
Diakui pula, bahwa dalam dinamika pengadaan barang dan jasa untuk pelaku usaha OAP yang diatur dalam Perpres 17 tentu ada kekhawatiran dari pimpinan OPD. Kalau dikasi ke perusahan OAP ditakutkan pekerjaan tidak akan selesai, dan ada yang sudah dikasi uang muka kemudian menghilang. Kondisi seperti ini perlu ada diskusi dengan menerapkan sanksi-sanksi, hingga dalam porsi tertentu bisa sampai pada blacklist.
"Kalau sanksi-sanksi ini diterapkan, pasti perbuatan yang selama ini terjadi dan dianggap biasa bisa diperbaiki. Karena porsi ini pemerintah sudah siapkan untuk pelaku usaha OAP untuk mencapai kesejahteraan. Kalau hanya mendapat sedikit fee berapa persen saja, atau mendapat pinjaman itu tidak akan ada kesejahteraan."
Pihak Kejaksaan Negeri Merauke membuka ruang bagi masyarakat khususnya para pimpinan OPD yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa untuk bisa menyelesaikan permasalahan maupun pencegahan terhadap pengadaan barang dan jasa.(Get)