
Punya Efek Samping Berat, Obat Hepatitis C Harus Diberikan Bijaksana
Jakarta, Obat untuk penyakit hepatitis C yang ada di Indonesia saat ini telah ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Akan tetapi, bukan berarti semua orang yang memiliki hepatitis C sebaiknya menggunakan obat tersebut.
Obat pegylated interferon dan ribavirin (Peg-IFN/RBV) untuk hepatitis C dikatakan oleh Dr dr Andri Sanityoso, SpPD-KGEH, dari RSCM memiliki efek samping yang cukup berat dan keampuhannya berbeda-beda tidak sama untuk semua orang. Oleh karena itu jika obat diberikan tanpa memperhitungkan tingkat keberhasilannya maka pasien bisa-bisa mengalami kerugian yang justru lebih banyak.
Efek samping seperti rasa nyeri setelah disuntik, sakit kepala, dan mual adalah gejala ringan dari obat. Efek yang lebih berat bisa terjadi menimbulkan penurunan hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
"Kalau penurunannya sudah terlalu jauh, banyak, kita harus stop obatnya," kata dr Andri ditemui saat menyampaikan hasil studi yang sekaligus menjadi disertasi program doktornya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (8/1/2015).
dr Andri yang memang melakukan studi terhadap pengobatan hepatitis C mengatakan selain efek samping pada tubuh, obat Peg-IFN/RBV juga bisa membuat gangguan psikis. Depresi dapat timbul pada pasien bahkan pada kasus yang berat sampai memicu keinginan bunuh diri.
Agar efek-efek tersebut sepadan dengan hasil pengobatannya, sebaiknya seorang pasien dengan hepatitis C diperiksa terlebih dahulu. Faktor genetik dan tingkat trombosit dikatakan dr Andri adalah kunci keberhasilan pengobatan.
Lewat studinya, dr Andri temukan pasien yang memiliki variasi genetik "CC" dan kadar trombosit di atas 150 ribu maka kemungkinan berhasil pengobatannya mencapai 90 persen. Akan tetapi jika genetik pasien bukan CC dan kadar trombosit di bawah 150 ribu maka angka keberhasilannya hanya 7,7 persen.
"Jadi kalau kita tahu dari awal bahwa dia kemungkinannya jelek tidak berhasil, mending dari awal dia enggak usah dapat obat. Karena dia akan berhadapan dengan harga yang mahal dan efek samping," kata dr Andri.
Bagi pasien yang memiliki kemungkinan keberhasilan jelek dengan obat yang ada saat ini, maka terpaksa ia harus menggunakan tambahan obat lain yang tidak ditanggung BPJS dan lebih mahal. dr Andri mengatakan tapi itu lebih baik daripada menghabiskan waktu satu tahun lamanya menjalani pengobatan yang kecil kemungkinan berhasilnya.
www.detikhealth.com