Belajar dari Anak Kuli Bangunan yang Kini Punya 5 Perusahaan
Wawancara Ketua HIPMI Bahlil Lahadalia
Bahlil Lahadalia, mengawali sebagai pengusaha dari titik nol. Bahlil terlahir dari keluarga miskin, namun kini menjadi pengusaha sukses dengan 5 perusahaan.
Putra asal Fakfak Papua ini pernah menjadi seorang kondektur dan sopir angkot, dan penjual kue semasa duduk di bangku sekolah.
Pria kelahiran 1976 ini sukses menjadi Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) 2015-2018, yang selama ini dianggap jadi 'perkumpulan' anak-anak pengusaha dan pejabat.
Berikut wawancara detikFinance, saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (4/3/2015).
Katanya Anda hidup susah di masa kecil, bisa ceritakan?
Saya sejak kecil sudah mulai jualan kue, itu terjadi karena keterpaksaan, kondisi keluarga. Pernah di terminal, jadi kondektur, sopir angkot. Sampai dengan mahasiswa pun kuliah, biaya sendiri. Sejak SD kelas 4 biaya sendiri. Mama saya itu kan tukang cuci pakaian di rumah orang, Bapak saya buruh bangunan
Kami 8 bersaudara dengan penghasilan yang ada dari orangtua, makan saja susah. Saya punya satu keberuntungan, dilahirkan dari orangtua yang punya motivasi dan jiwa pantang menyerah yang kuat.
Mereka tetap fight untuk membesarkan menyekolahkan, meski begitu, semua anaknya sarjana semua. Jadi ada yang sudah S-2, S-3 nggak ada yang nggak sarjana. Mereka rata-rata pegawai negeri, yang jadi pengusaha saya saja. Adik saya semua jadi pegawai negeri, satu dokter, dua masih kuliah di UGM, selebihnya pegawai negeri, Saya anak kedua.
Bagaimana ceritanya Anda bisa jualan kue?
Saya itu pagi hari, setelah shalat subuh saya bikin kue, harganya Rp 50 sampai Rp 100, saya jualan ke teman-teman, kue kacang ijo direbus baru, digoreng kayak pia.
Itu masih Rp 25, pisang goreng macam-macam kue. Kelapa dengan gula merah yapong itu saya lakukan, dijual ke teman-teman sekolah saya. Di saat teman-teman saya sarapan dengan orangtua, saya jualan kue, kelas 4 dan kelas 5 sudah jualan.
Jiwa bisnis Anda sudah terlatih sejak kecil?
Sudah terlatih sejak kecil. Kalau tumbuh kan muncul karena lahiriah, ini jadi dilatih. Mentalitas untuk jadi entrepreneur itu sudah terlatih sejak masih SD, terjadi karena keterpaksaan. Uangnya waktu SD kasih ke Mama, untuk sekolah, bantu, karena kalau kita nggak seperti itu, kita nggak bisa sekolah.
Saat SMP, saya sudah jual sayur. Di SMP itu di pekarangan rumah saya bikin tanam kangkung, saya jual sambil jadi kondektur angkot. Sudah tahu nakal kita, sejak usia 12-13 tahun sudah hidup di terminal, masa suram sudah tahu alkohol. Begitu kerasnya begitu hidup di terminal, orangtua tahu. Fakfak itu kecil, hasilnya juga kasih ke orangtua, untuk jajan sendiri ada.
SMEA sudah jadi sopir angkot, waktu kelas 2 SMEA saya sudah bisa punya SIM. Jadi kalau sekolah pagi, pulang jam 1 langsung tarik angkot. Sekolah sore-pagi naik angkot. Biasa kalau malam sampai jam 9 sampai jam 10. Mikrolet lah di sana, L 200. Nggak ada tabungan, waktu itu pikiran saya adalah happy-happy saja, nggak ada pikiran menabung.
Saat kuliah apakah Anda juga sambil berbisnis atau bekerja?
Orang tua saya nggak tahu saya daftar kuliah. Jadi di saat semua orang sudah tamat dan semua berangkat, saya di pelabuhan. Kapal Rinjani masuk, lihat teman-teman pada berangkat, air mata saya keluar sendiri.
Semua berangkat ada yang naik pesawat. Saya pikir-pikir mau apa saya di sini. Akhirnya saya pulang ke rumah, saya ambil kantong plastik, saya bawa ijazah saya, bawa baju tiga potong.
Saya bilang sama orang tua saya saya mau ke Jayapura, nggak tahu saya mau berangkat ke kuliah. Fakfak ke Jayapura itu perjalanan 5 hari. Pakai Kapal Rinjani. Waktu itu saya belum daftar kuliah dan tidak ada keluarga. Tahun 1995 itu modalnya Rp 400 ribu saya masih ingat itu. Sampai di Jayapura, saya gabung sama anak-anak Fakfak di situ.
Tujuannya bukan kuliah, mau tinggalkan Fakfak saja. Saya tinggal di situ. Saya di situ berpikir, UN sudah selesai tes semua. Akhirnya saya sekolah STIE Port Numbay, saya bilang itu cabangnya Harvard di Jayapura.
Saya sekolah di situ dan tinggal di asrama. Semester 4 saya sudah jadi sekretaris senat, baru orang tua tahu saya kuliah D3, perbankan dulu, ahli madya dulu.
Betul-betul hidup bertahap. Kalau S-1 langsung takut gagal, karena nggak ada biaya. Setelah D-3, saya sempat kerja di Bank Papua. Selama 6 bulan saya kerja sebagai Ketua Senat, saya di bagian pengarsipan. Saya 4 bulan. Saya lempar. Saya bilang tidak ada teori ini. Habis itu saya berhenti jadi pegawai bank, kemudian saya lanjut sekolah lagi ambil S-1.
Apakah Anda kuliah pakai biaya sendiri?
Selama kuliah dorong gerobak di pasar waktu itu. Di pasar tradisional untuk menuju ke jalan raya, belanjaannya banyak. Gerobak dorong itu barang mereka. Sekali dorong Rp 200, saya masih ingat. Itu untuk biaya makan biaya angkot kuliah, sambil memang di kampus saya bikin tugas. Bikin makalah, saya jual Rp 10.000.
Pernah berprestasi di sekolah?
Di SMEA juara 1, dari kelas 2 dan kelas 3, dan lulus. Ranking satu. Saya juga sudah aktif di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sebelum masuk kuliah, ada basic training, masih calon mahasiswa sudah demo.
Di SMP-SMEA OSIS. Organisasi sudah menjadi bagian dari hidup saya. Kumpul-kumpul silaturahmi, tukar pikiran. Kita kalau kehilangan duit itu tidak terlalu pusing. Kalau kehilangan kawan ada yang terganggu dalam hidup.
Apa setelah itu langsung bekerja?
Saya melanjutkan sekolah S-1 manajemen keuangan, saya pada saat sudah mau selesai. Saya sudah memutuskan untuk menjadi pengusaha. Sebelum saya wisuda, saya memutuskan untuk jadi pengusaha, tidak ada modal sama sekali. Orang sempat hina saya, karena dalam pemahaman mereka, menjadi pengusaha itu yang pertama harus punya uang, orangtua kaya, segala macam. Waktu itu saya mengatakan, bahwa saya harus mulai dengan satu keyakinan yakin usaha sampai.
Bekerja di mana setelah jadi sarjana?
Pertama saya membuat gagasan konsep bisnis. Saya uraikan di pokok pikiran, saya mencari partner dengan teman-teman di Jakarta. Saya meyakinkan mereka dan konsep itu jalan.
Akhirnya perusahaan itu, saya pakai punya teman dan saya jadi direktur wilayahnya. Dan semua konsep bisnisnya, bagaimana menkreasikan. Menjalankannya semua dari saya. Saya cuma minta tenaga ahli, IT, keuangan, sama programnya. Tahun 2003. Konsultan keuangan saya direktur wilayah waktu itu. Di usia saya 26 tahun. Karyawan saya sudah ada doktor yang tua-tua.
Berapa gaji pertama yang Anda dapat waktu itu?
Saya waktu itu Rp 35 juta sebulan. Di luar biaya handphone, transportasi, rumah. Di saat saya masih bujang, tahun 2002 akhir. Dulu makan saja susah.
Bagaimana perasaannya waktu dapat gaji sebesar itu?
Banggalah ya, senang sudah bisa bantu orang tua, adik-adik saya sekolah. Saya dihargai oleh wanita waktu itu. Ada fasilitas mobil, diberi rumah sama perusahaan. Di situ saya menghargai betul pikiran cerdas itu mahal. Orang yang kerja keras, pantang menyerah itu mahal, dan wajib dihargai mahal.
Berapa lama kerja sebagai profesional di perusahaan orang lain?
Hanya satu tahun, akhirnya saya mengundurkan diri dari perusahaan. Begitu konsep sudah jalan, 1 tahun saya menghasilkan untung perusahaan Rp 13,7 miliar.
Dalam RUPS itu saya laporkan Rp 10 miliar lebih. Setelah itu mengundurkan diri dari perusahaan. Mereka tidak mau, saya sampaikan, bahwa saya mundur bukan karena benci.
Saya mundur sebagai bentuk ingin saya berkembang, saya mundur perusahaan tetap saya jaga. Sebagai komitmen ini saya kerjakan bukan di bidang kerjaaan yang saya kerjakan. Dapat pesangon waktu itu Rp 750 juta. Pesangon saya. Pembagian dividen goodwill itu uang akumulasi.
Apakah Anda langsung membuat perusahaan sendiri?
Habis itu buat perusahaan sendiri. Uang yang itu 7 bulan habis juga, sempat jatuh bangun, sempat naik ojek lagi karena fasilitas ditarik kan.
Perusahaan pertama itu kontraktor. Bisnis itu saya kerjakan di Papua, area operasi, bangun infrastruktur. Hanya itu pintu masuk bagi pengusaha daerah untuk mendapatkan modal.
Bagi saya pengusaha itu ada dua: satu by nasab (keturunan), dua by nasib. By nasab itu adalah pengusaha yang melanjutkan keluarganya. Itu sudah ter-settle habis. By nasib adalah anak yang baru mulai generasi pertama. Rata-rata pengusaha daerah kalau mulai dari nol itu dari kontraktor.
Sektor apa?
Bangun infrastruktur jalan, banyak gedung.
Apa langsung berhasil?
Waktu saya keluar perusahaan (pertama) itu 6 bulan belum ada omzet, dan mau bayar gaji pegawai saja sudah susah. Terpaksa naik ojek lagi 2003-2004.
Naik ojek lagi. Saat itu orang bilang saya gila. Orangtua saya juga menyayangkan kenapa saya keluar dari perusahaan. Bagi orang tua saya, Rp 35 juta gaji saya sudah luar biasa sekali. Orang tua saya nangis. Apalagi yang kau mau cari kata mereka. Sudah ada pegangan hidup istilahnya.
Bagaimana bisa bangkit lagi?
Pengusaha yang hebat itu bukan pengusaha yang di atas saat dia sukses. Kalau hebat itu, jatuh bangun dan bangkit. Itu baru bagus Saya harus bangkit, bagaimana harus tetap survive bagaimana harus kerja terus.
Saya berpegang terus pada satu perintah agama, bahwa Allah tidak akan mengubah suatu kaum, kalau kaum itu tidak mengubahnya sendiri. Karena itu konsistensi, pikiran saya fokus, kerja terus, siang malam.
Saya tidur jam 3 subuh. Menemani orang, dekati orang, dekati orang boleh dikatakan jadi budaknya. Dalam fase jatuh itu, karena kita punya kepentingan dengan orang.
Kita harus datangi Kepala Dinas, kalau mau cari proyek, pimpinan proyek, di pinggir jalan, macam-macam. Yang penting bagaimana agar orang percaya pada saya, dan saya dapat ruang yang cukup. Harga diri saya saya taruh di bawah kolong meja. Apa pun saya lakukan.
Meski jatuh perusahaan tak tutup?
Tidak tutup, tapi sempat dua bulan karyawan saya tidak mendapatkan gaji. Karyawan saya loyal, dan baru 10 orang. Mereka tahu betul. Manajemen saya transparan. Nggak pernah saya itu membawa uang perusahaan. Oleh karena itu anak-anak di kantor berusaha memiliki itu perusahaan.
Perusahaannya masih ada?
Ada, dan itu sekarang jadi holding.
Bisnis Anda apa saja?
Begitu dapat modal saya diversifikasi, pertambangan, properti kebun sedikit-sedikit. Saya pakai falsafah orang kampung. Kalau punya 10 telur. Saya nggak boleh taruh di satu keranjang. Kalau satu keranjang jatuh. Masih ada 4 keranjang yang lain. Jadi memang sederhana saja. Semua harus fokus, bisnis itu fokus.
Berupa perusaahaan?
Alhamdulillah ada, lebih dari 5, ada.
Titik balik kesuksesan yang sangat diingat?
Saat saya menjadi Ketua Umum HIPMI Papua tahun 2007. Saya jujur kalau saya tidak ber-HIPMI, belum tentu hidup saya dalam dunia usaha akan jadi seperti ini. HIPMI telah memberikan saya banyak hal, dalam konteks pergaulan ekonomi. Dan sudah sewajarnya saya mengabdikan diri.
Kapan itu?
Di tahun 2007 saya jadi Ketua BPD Papua sampai 2010 akhir. Sejak jadi pengusaha saya sudah jadi anggota HIPMI di 2004-an. Waktu itu kalau ada acara kita atur-atur kursi, mengambil bagasi senior kalau di Jakarta tak langsung jadi Ketum. Bawa tas kalau ada tamu dari Jakarta datang para senior yang mengurus bagasinya saya. Dimarahi-marahi lagi.
Dalam hidup dan kesuksesan siapa yang berjasa?
Banyak orang yang berjasa. Kalau boleh katakan saya bukan anak siapa-siapa, dan saya bukan siapa-siapa, saya begini karena banyak orang yang membantu saya. Dan setiap orang yang bantu saya saya anggap dia orang yang punya jasa besar. Ada falsafah mengatakan, Jangan engkau pernah ingat tentang apa yang pernah engkau berikan. Tapi ingat apa yang orang lain berikan pada dirimu sekalipun itu kecil.
Berarti tak ada yang benar-benar berjasa?
Banyak orang dan masing-masing punya peran. Tapi kalau jujur bahwa yang menginspirasi saya untuk tetap bekerja keras itu adalah ayah saya, ayah saya tidak sekolah, dalam keadaan sakit pun dia bekerja untuk menghidupi kami.
Spirit itu yang ada dalam benak saya. Jadi ada tiga kunci kesuksesan, pertama gagasan yang cerdas, jaringan yang baik. Dan harus kerja keras yang kuat. Tentang modal uang segala macam kalau punya modal itu, keluar dengan sendirinya.
Punya kiat khusus, atau kebiasaan?
Ada. Saya suka spekulasi. Spekulasi saya terlalu tinggi dan saya suka mengambil tantangan besar. Suka sesuatu yang menantang.
Apa keputusan dalam hidup tantangan yang diambil?
Investasi pertambangan pernah gagal, tapi habis itu sukses. Bisnis itu jangan jadi pengusaha kalau takut gagal. Jangan untungnya saja kalian mau, tapi gagalnya nggak.
Tak ada orang hebat langsung jadi sukses. Kalau ada orang yang merasa ngeri itu jangan, itu dinamikanya. Itu bukan sesuatu yang luar biasa. Itu merupakan variabel dari usaha itu sendiri. Cerminan dari dunia usaha, dia tak akan pernah stabil.
Pernah ditipu atau gagal yang paling diingat?
Banyak, tapi biasa saja. Kalau pengusaha punya omzet di atas Rp 50 miliar itu pasti pernah ditipu orang.
Bagaimana ceritanya?
Tak usahlah saya ceritakan. Cukup sakitnya itu di sini. Begini ya, kita jangan mengambil hak orang dan membohongi orang, karena suatu saat kita diambil hak oleh orang itu sakit.
Tapi dalam dinamika interaksi sosial itu kita tak bisa luput. Maka apa yang harus dilakukan, siapkan mental dan jeli dalam memilih kawan, membaca kawan.
Kalau itu terjadi jangan dianggap musibah, Allah beri cobaan, ujian untuk naik kelas atau zakat kita kurang. Karena Allah tak akan memberikan cobaan pada manusia melebihi kemampuan manusia itu. Nah, positioning kita itu di situ. Bisakah keluar daripada fase itu, bijakkah engkau menerima itu?
Berapa besaran pernah ditipu?
Puluhan miliar. Tidak usah dijelaskan, cukup fantastis lah bahasanya.
Anda ini termasuk pertama Ketua Umum (Ketum) HIPMI yang dari Indonesia Timur?
Pertama bahwa betul, belum ada pengusaha Ketum HIPMI ini yang berlatar belakang seperti saya. Rata-rata anak konglomerat, pejabat. Saya meyakini akan sebuah proses.
Proses yang saya lakukan ini proses panjang, saya berjuang dari tingkat terendah, saya pernah jadi anggota di BPC (Badan Pengurus Cabang), jadi wakil Bendahara Umum di BPD (Badan Pengurus Daerah).
Saya pernah Ketum BPD HIPMI Papua, jadi pengurus departemen, kompartemen, Betua Bidang. Setelah itu baru jadi Ketua Umum. Ibarat tentara saya ini, tidak ujug-ujug langsung kolonel. Pangkatnya pun perjuangan. Harus dicatat saya adalah satu-satunya Ketua Umum yang berproses dari bawah. Jadi saya terproses dari BPC.
Jadi di satu aspek. Saya bukan anak siapa-siapa. Dari sekian Ketua Umum yang terproses dari bawah cuma saya. Dan oleh karena itu, salahnya di mana, saya yakin siapa yang menabur, siapa yang menuai, saya menabur 10 tahun lebih dan saatnya saya menuai. Tidak parsial, sungguh-sungguh.
Saya bukan anak siapa-siapa, memang faktanya begitu. Tapi saya tak bisa bohong, jangan pernah membohongi diri sendiri. Saya bukan yang sempurna. Allah beri jalan itu kepada saya. Saya yakin banyak kader HIPMI yang lebih baik daripada saya.
HIPMI ini lahir mengisi kemerdekaan. Mencetak generasi muda, tapi satu lagi, HIPMI itu jadi alat perekat bagi keutuhan negara Indonesia. Itu cita-citanya mengisi kemerdekaan.
Secara kebetulan, Ketum HIPMI dari Sumatera sudah ada, Jawa sudah ada, Abang Haryadi Sukamdani, Abang Cicip, ada Abang Agung Laksono, kemudian dari Sulawesi sudah ada Ketum Erwin aksa. Kalimantan sudah ada Ketum Okto. Papua sama Maluku belum. Jadi sudah betul HIPMI, Ketumnya dari Sabang sampai Merauke. Memang mendapatkan itu tidak gampang. Berdarah-darah.
Alasan mau jadi Ketum HIPMI apakah karena bergengsi?
Bukan jabatannya, bukan gengsi-gengsian. Saya dari mahasiswa sudah dipanggil Ketum kok. Karena HIPMI itu begitu banyak memberikan pelajaran pada saya. Ibarat ibu kandung yang melahirkan anaknya, dan anaknya sudah dewasa dan dia sudah merasa bisa mengabdikan dirinya pada ibunya, maka sudah selayaknya lah. Saya tak ingin dikatakan anak yang tidak mengabdi.
Kedua adalah memberikan inspirasi. Karena tugas pemimpin itu ada tiga, pertama membangun inspirasi. Membuat gagasan besar dan mampu mengawal dan mengeksekusi gagasan tersebut.
Dalam tatanan inspirasi, kita harus membuka pemahaman baru, bahwa Ketua Umum HIPMI itu tak boleh hanya dimiliki satu masyarakat tertentu. Kader HIPMI tak mengenal anak siapa dan siapa.
Semua kader HIPMi punya hak dan kedudukan yang sama untuk dapat ruang pengabdiannya pada HIPMI, selama orang tersebut mengikuti proses dan dianggap mumpuni untuk memimpin.
Apa yang bakal dilakukan saat mengemban jabatan sebagai Ketua HIPMI?
Pertama, setiap pemimpin dalam sebuah organisasi, dia tidak boleh membawa organisasi itu keluar dari perjuangannya. Kunci utama sebuah organisasi khususnya HIPMI ada pada dua hal, yang pertama ada pada mukadimah HIPMI, yaitu cita-citanya untuk menyejahterakan rakyat agar adil dan makmur.
Tujuannya adalah, pasal 7 menciptakan generasi muda untuk menjadi pelaku usaha. Yang pada akhirnya kemudian mampu menguasai ekonomi bangsanya sendiri.
Berikut HIPMI lahir sebagai organisasi perjuangan. Berjuang di saat itu melawan satu hegemoni kekuasaan ekonomi antara pribumi dan non pribumi. Sejarah ini tidak boleh kita lupakan. Ketika itu menjadi tujuan, apa yang harus dilakukan?
Pertama bahwa ada kegelisahan yang terjadi jumlah pengusaha 1,2% dari 250 juta. Idealnya minimal 2%. Di Singapura 7%, Malaysia 4,5%.
Oleh karena itu yang harus dilakukan bagaimana mengubah mindset pemuda, dari karyawan menjadi pengusaha. Dari penerima gaji menjadi pemberi gaji. Pandangan saya, pemuda ada dua, yang berbasis kampus, dan yang tidak.
Kalau kita mengikuti perkembangan kebijakan Pak Jokowi terhadap penerimaan PNS itu akan dilakukan moratorium. Maka dapat dipastikan, bahwa kalau tak ada alternatif lain, kalau tak segera diubah mindset ini. Maka siap-siap perguruan tinggi di Indonesia akan menciptakan pengangguran intelektual, akan menjadi musibah besar bagi bangsa.
Target Anda setelah ini bagaimana?
Target saya adalah kami akan masuk ke seluruh perguruan tinggi HIPMI PT (Perguruan Tinggi). Garda terdepan, mengubah cara pandang agar bisa jadi pengusaha.
HIPMI itu ada di 439 BPC (Badan Perwakilan Cabang) dari 554 kabupaten kota se-Indonesia. Artinya apa, infrastruktur HIPMI ini sudah sangat siap untuk digerakkan agar menjadi bagian dari proses pembangunan untuk menciptakan pengusaha.
Target Anda untuk menambah jumlah pengusaha di Indonesia?
Pada 10 tahun lalu, jumlah pengusaha Indonesia baru 0,5%. Sekarang pertanyaan saya adalah organisasi apa selain HIPMi yang berperan aktif untuk mencetak kader pengusaha?
Saya punya optimisme dengan bonus demografi untuk 5 tahun ke depan, jumlah pengusaha nasional akan meningkat sampai dengan 2%. Kedua, HIPMI akan berupaya semaksimal mungkin, untuk memberikan pikiran yang konstruktif kepada pemerintah agar pendistribusian ekonomi itu tak boleh satu wilayah. HIPMI akan mendorong pemerintah untuk pemerataan. Yang kelirunya kita kita terlalu mencetak pengusaha itu tak berbasis kearifan lokal.
Katakanlah kalau ada investasi di Kalimantan, partnernya jangan lagi ambil dari Jakarta, dari Kalimantan dong. HIPMI akan mendorong itu, supaya muncul konglomerat baru dari daerah.
Apalagi kalau kita lihat konsumsi nasonal itu 65% ada di Jakarta, Jawa Barat, Banten. Ini cerminan ketimpangan ekonomi kita dengan wilayah lain. HIPMI juga bakal memperjuangkan bunga kredit UMKM. Kita tak berpihak pada UMKM, masa bunga kreditnya 20%. Sementara saat krisis ekonomi, UMKM itu sebagai pondasi, benteng. Sementara bunga kredit umum 11%-12%, kenapa UMKM 20%. Sementara UMKM itu pengusaha pribumi.
Terobosan apa yang bakal dilakukan?
Kita harus pandai memainkan peran. Saya akan masuk ke eksekutif dan legislatif. Kedua, untuk menciptakan peluang itu dua-duanya harus diinjak. Itu fungsi Ketua Umum untuk lakukan lobi-lobi itu.
Sumber : http://finance.detik.com/read/2015/03/06/065335/2851151/459/11/belajar-dari-anak-kuli-bangunan-yang-kini-punya-5-perusahaan