Pilkada Serentak Efisienkan Pemilu
Presiden Tandatangani Revisi UU Pilkada dan UU Pemda
[JAKARTA] Peneliti senior Forum Masyarakat Pemantau Parlemen ( F o r m a p p i ) To m m y Legowo menilai, pilkada serentak dapat mengefisienkan pilkada langsung. Sebab, pilkada serentak dapat mengefisienkan penyelenggaraan pilkada tanpa harus mengurangi partisipasi masyarakat.
“Pilkada serentak beru-paya mengefisienkan penyelenggaraan pilkada langsung yang merupakan wujud nyata kepercayaan umum atas kemampuan atau kapasitas masyarakat daerah menentukan kepemimpinan terbaik bagi mereka” ujar Tommy, dalam diskusi yang bertemakan “Pilkada Serentak 2015 dan Peran Umat Katolik”, di Kantor Konferensi Wali gereja Indonesia (KWI), Jalan Cut Meutia,Jakarta Pusat, Kamis (19/3) malam.
Hadir juga sebagai pembicara Sekretaris Eksekutif Kerawan KWI Romo Guido Suprapto .Acara diskusi ini dipandu oleh Direktur Populi Center Nico Harjanto.
Dalam pilkada serentak, menurutnya, salah satu unsur penting adalah masyarakat. Pilkada serentak, katanya dapat berjalan lancar kalau masyarakat dapat memainkan peran penting secara kuat, cerdas dan bertanggungjawab sebagai warga negara.
“Kuat berarti peduli dan mau terlibat dengan proses politik, cerdas ber arti mampu mengorganisasi kepentingan, aspirasi dan tuntutan dan bertanggung jawab berarti bersedia mengelola negara dan pemerintahan secara berintegritas,” katanya.
Tommy berpendapat, pilkada serentak merupakan bagian dari konsolidasi demokrasi yang dimulai dari perubahan paradigma kekuasaan atau kepemimpinan dari praksis “menundukkan” menjadi praksis “memampukan”.
“Sebagai bagian konsolidasi demokrasi, pilkada serentak juga menekankan penting partisipasi masyarakat dan penegakan hukum yang adil,” katanya.
Dia juga menilai pilkada serentak membuka peluang jabatan-jabatan publik direbutkan secara terbuka dan penerimaan terhadap kepemimpinan yang humanis menguat.
“Namun, pilkada serentak juga menghadapi sejumlah kendala, yakni persyaratan makin berat, kapabilitas penyelenggara Pilkada belum sepenuhnya terpercaya, persaingan lebih mengutamakan penampilan dan janji dibandingkan substansi dan isu, serta pilihan-pilahan cenderung transaksional,” katanya.
Sementara itu, revisi atau perubahan terhadap UU No 1/2015 tentang Pilkada dan UU No 2/2015 tentang Pemda telah disahkan pada 18 Februari 2015. Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut telah menandatangani dan memberikan nomor kedua UU tersebut.
“Sudah (diberi nomor). Paling lambat harus ditandatangani Presiden tanggal 18 Maret ini. Semalam saya dengar sudah (ditanda tangan),” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (19/3).
Meski begitu, dia tidak menyebutkan nomor UU yang baru. Dia hanya menyatakan bahwa kedua UU disisir kembali sebelum diberi nomor. “Kita lakukan penyisiran kembali pasal- pasal. Sudah koordinasi dengan Ketua Komisi II DPR, mana-mana yang disisir, supaya tidak ada yang bertentangan,” ujarnya.
Sekadar diketahui, UU 1/2015 dan UU 2/2015 bersumber dari dua Perppu yang diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir masa jabatannya dan telah disetujui oleh DPR untuk menjadi UU.
Kedua UU tersebut direvisi kembali oleh DPR karena dianggap terdapat sejumlah masalah krusial yang jika tidak diubah akan menggangu pelaksanaan pilkada.
Di tempat terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai pembatasan dana kampanye yang tengah dirancang Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru tidak sesuai dengan semangat pembatasan biaya dan dana kampanye tersebut. Hal ini karena dalam formula perhitungan KPU untuk membatasi dana kampanye justru menghasilkan jumlah yang sangat besar.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, aturan yang dirancang KPU saat ini terkait dana kampanye justru membuat celah bagi peserta untuk jor-joran dalam berkampanye. “Angkanya masih terlalu bombastis dan masih terlalu besar, ini tentu tidak sesuai dengan tujuan dan semangat pembatasan belanja kampanye,” kata Titi, dalam diskusi media di Media Center KPU, di Jakarta, Kamis (19/3).
Titi mengatakan, berdasarkan hitungan Perludem menggunakan formula yang dicanangkan KPU yakni rumus jumlah pemilih dibagi jumlah kabupaten/kota dikali standar biaya daerah kegiatan pertemuan paket fullday menghasilkan dana yang jauh le bih besar dari biaya pengeluaran kampanye pilkada sebelumnya. Padahal kata dia, item dana kampanye tersebut hanya untuk pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, dan rapat umum saja.
Sementara item lainnya seperti iklan media massa, alat peraga, debat dan penyebaran bahan kampanye dibiayai oleh APBD. Ia mencontohkan, untuk Provinsi Aceh jika dihitung dengan rumusan menghasilkan biaya kampanye senilai Rp 23 miliar untuk eselon III.
0 komentar
belum ada komentar