Daun Singkong Daun Kedondong: Bukan Pantun, Ini 'Superfood' Temuan LIPI
Jakarta - Stunting dan diabetes masih menjadi momok dalam dunia kesehatan Indonesia. Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi stunting berada di angka 30,8 persen dan diabetes pada angka 8,5 persen. Walau stunting mengalami penurunan, masih ada beberapa daerah yang memiliki angka kasus tinggi, sementara diabetes mengalami kenaikan.
Untuk menekan kedua penyakit tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan riset menggunakan pangan lokal, yakni salah satunya singkong. Singkong merupakan komoditas pangan lokal yang banyak digunakan untuk konsumsi dalam bentuk rebus atau goreng, dan daunnya digunakan sebagai lalapan atau sayur tumis.
Ahmad Fathoni, peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI mengatakan singkong dipertimbangkan untuk program penekanan angka stunting karena dapat ditanam di mana saja dan tahan kekeringan. Selain itu, beberapa bibit unggul singkong yang 'dirakit' LIPI kaya akan beta karoten, dan juga zat besi dan zinc, dua mikronutrien yang dibutuhkan anak-anak stunting, selain protein dan vitamin.
Meski begitu, permasalahannya adalah singkong dikenal rendah protein, oleh karena itu Fathoni memproduksi tepung termodifikasi atau mocaf untuk dijadikan bahan baku makanan seperti mie atau kue. Kandungan gluten yang rendah dalam singkong juga sangat bagus bagi pengidap diabetes.
"Kuncinya kita butuh inovasi supaya sampai ke masyarakat. Kalau kita kasih brownies, orang nggak ngeh kalo dia makan singkong padahal tepungnya pakai tepung singkong. Kita bikin mie ayam, soalnya siapa sih sekarang yang nggak makan mie? Artinya pasar mie ini luar biasa, cuma mie yang di luar itu terbuat dari terigu yang glutennya tinggi. Kita juga campur dengan sayuran supaya anak-anak yang nggak suka sayur bisa tetap mendapat nutrisinya," lanjut Fathoni saat ditemui di acara Media Briefing, Kamis (28/2/2019).
Untuk mencegah diabetes, Wawan Sujarwo dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI melakukan riset kolaborasi pada daun kedondong hutan. Kedondong hutan atau yang bernama ilmiah Spondias pinnata ini berbeda dengan kedondong pada umumnya kita temui. Meski memiliki daun yang sama, namun buahnya lebih kecil dan bunganya berbeda.
Wawan menuturkan, daun kedondong hutan ditemukan memiliki kandungan antioksidan dan senyawa fenolik yang tinggi untuk menangkal radikal bebad. Masyarakat Bali, khususnya di daerah Penglipuran, telah menggunakan daun ini sebagai bagian dari pengobatan tradisional mereka sudah lama untuk pencegahan diabetes, biasanya dikonsumsi dengan dimasak jadi sayur atau direbus dan diminum jadi jamu atau loloh.
"Saya bilang ini bukan obat, tapi untuk mencegah. Diabetes itu kan pola hidup yang nggak sehat, makanan, olahraga. Kalau saya, jamu kita tidak bisa melihat dosisnya, diserap tubuhnya seberapa kita nggak tahu. Kelemahan herbal kan gitu, tapi kalau mencegah saya setuju. Kalau obat kan udah kelihatan ya," kata Wawan.
Warga di Penglipuran memproduksi jus daun kedondong hutan ini, namun hanya bisa bertahan 2-3 hari. Agar enak dan menarik dikonsumsi, beberapa dicampur daging kelapa muda ataupun bumbu rujak. Dengan ini, Fathoni dan Wawan sama-sama berharap pangan lokal Indonesia dapat lebih dimanfaatkan dan juga sekaligus membantu kualitas kesehatan masyarakat Indonesia dengan makanan yang kaya nutrisi. (frp/up)
sumber : www.detikhealth.com