Upaya pengembangan vaksin HIV/AIDS
Berbicara tentang pengembangan vaksin sudah seharusnya kita menyebut seorang ilmuwan yang berjasa dalam bidang ini. Ilmuwan tersebut adalah Edward Janner, seorang ilmuwan sekaligus dokter berkebangsaan Inggris, yang melakukan eksperimen untuk menemukan suatu cara untuk memproteksi manusia dari serangan smallpox. Ilmuwan lainnya yang berjasa berturut-turut Robert Koch dan Louis Pasteur. Louis Pasteur berhasil menemukan dan menjelaskan dengan sempurna bagaimana vaksinasi dapat bekerja. Pasteur pula yang memperkenalkan istilah vaccine untuk kultur atau biakkan dari mikroorganisme yang tidak virulen yang digunakan untuk inokulasi preventif.
Kini pengembangan vaksin terus dilakukan tentunya dengan modifikasi metode yang terus diperbaharui. Salah satu maksud pengembangan vaksinasi tersebut adalah bahwa vaksin dapat menginduksi antibodi yang merupakan agen prinsipal dari proteksi imun terhadap kebanyakan virus dan bakteri patogen. Akan tetapi, ada pengecualian untuk mikroba intraseluler yang kita bicarakan saat ini yakni human immunodeficiency virus atau HIV. Hal ini disebabkan pada kenyataan bahwa terhadap HIV, proteksi tergantung pada imunitas berperantara sel atau imunitas seluler daripada induksi antibodi imunitas humoral.
Sebagai informasi kembali, bahwa HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1981. Virus ini baru berhasil diisolasi pada tahun 1983 oleh seorang ahli Vorologi dan Biologi Molekuler yaitu Prof. Robert Charles Gallo. Hingga kini, setelah lebih dari 2 dekade penemuan virus mematikan ini, vaksin yang efektif penangkal virus yang bekerja memperlemah sistem pertahanan tubuh ini belum juga berhasil dikembangkan. Tentunya banyak persoalan mendasar yang muncul, terutama yang berhubungan dengan perjalanan penyakit dan respons imunologis inang terhadap virus. Hal ini menguatkan dugaan bahwa upaya menemukan vaksin tampaknya masih jauh dari harapan.
Beberapa hasil penelitian untuk membuat vaksin menunjukkan pada kesimpulan yang mengecewakan. Salah satu contohnya adalah perusahaan Amerika, VaxGen, mengumumkan kegagalan pada fase uji klinis atau fase 3 terhadap kandidat vaksin pada tahun 2003. Vaksin rekombinan yang diberi kode AIDSVAX B/E diracik dengan protein selubung virus atau gp120 setelah diujikan pada kurang lebih 3 ribu volunteer yang berisiko terjangkit HIV/AIDS di Thailand. Hasil ujicoba tersebut ternyata sama sekali tidak memberikan efek protektif. Hasil yang sama juga dialami oleh kandidat vaksin sebelumnya yang dikembangkan oleh VaxGen yakni AIDSVAX B/B. Uji coba terhadap kandidat vaksin yang diberi kode AIDSVAX B/B ini gagal menekan tingkat infeksi HIV pada populasi 5 ribuan lebih kaum homoseksual di Amerika Utara.
Namun, kenyataan mengecewakan yang dialami oleh VaxGen tersebut tidak membuat semangat para ilmuwan menciut, masih banyak harapan yang tengah dan akan dilalui oleh para ahli kelas dunia tersebut. Salah satunya adalah masih banyak lagi kandidat vaksin yang berpotensi dikembangkan di laboratorium-laboratorium. Hingga penghujung tahun 2004, di estimasi kurang lebih 30 kandidat vaksin telah atau sedang memasuki tahap uji preklinis dan uji klinis. Hal yang tetap membuat optimis lainnya adalah tersedianya hewan model (transgenic) dan teknologi maju bidang vorologi dan biologi molekuler yang mendukung dipelajarinya tingkat respons imun sel inang yang spesifik terhadap HIV. Hal-hal ini tentu saja menjadi modal penting dalam mendesain strategi pengembangan vaksin di masa mendatang.
Jenis vaksin yang dikembangkan hingga saat ini, apakah dipreparasi dari sel mikroorganisme utuh yang dimatikan (diinaktivasi), protein rekombinan, atau mikroorganisme hidup yang diatenuasi, semua akan menginduksi produksi antibodi. Terkecuali vaksin yang diproparasi dari organisme hidup yang diatenuasi, semua vaksin yang ada hingga kini, tidak menginduksi imunitas seluler. Dengan demikian, kemungkinan dari penggunaan vaksin hidup yang diatenuasi terhadap virus yang sangat berbahaya telah meningkatkan perhatian terhadap prosedur produksinya dan risiko yang akan diterima bila vaksin hidup digunakan untuk imunisasi populasi yang besar.
Ada begitu banyak permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan vaksin HIV/AIDS. Permasalahan utama dalam pengembangan vaksin HIV/AIDS saat ini adalah bagaimana menginduksi antibodi netralisasi yang tidak saja reaktif terhadap varian-varian yang terdapat dalam masing-masing subtipe, akan tetapi juga reaktif terhadap semua subtipe yang ada. Pada kasus infeksi virus, antibodi netralisasi adalah ujung tombak perlindungan terhadap virus karena antibodi jenis ini dapat menetralkan virus sebelum sempat masuk ke dalam sel. Berdasarkan pengetahuan yang didapat dari hasil riset adalah bahwa virus HIV menginfeksi berbagai jenis sel imun seperti makrofag dan limfosit T, semisal sel T CD4+. Hal ini dilakukannya dengan terlebih dahulu menempel pada tempat pelekatannya yakni reseptor yang disebut CD4 melalui glikoprotein selubung virus atau gp120. Kemudian, setelah menempel, gp120 mengubah konformasinya untuk memperantarai interaksi virus dengan koreseptor.
Banyak masalah yang dihadapi termasuk upaya untuk menginduksi antibodi netralisasi ini tidaklah mudah dilakukan. Meskipun bisa, jumlahnya sangat rendah dan tentu ini sangat tidak diharapkan. Dan berdasarkan prediksi bahwa mudah pula kemudian diakali virus dengan memanfaatkan kemampuan mutasinya. Kesulitan utamanya terletak pada kompleksitas struktur protein selubung yang dimiliki virus. Daerah (epitop) pada protein selubung virus yang bertanggung jawab menginduksi antibodi tertutup sedemikian rupa sehingga akses sistem imun mencapai situs pelekatan reseptor menjadi sangat sempit. Kenyataan ini akan berimplikasi pada kesimpulan bahwa antibodi yang berpotensi menangkal virus tidak terbentuk. Permasalahan lainnya adalah CD4 ternyata bukan satu-satunya tempat pelekatan (reseptor) yang dapat digunakan virus untuk menempel pada sel. Hasil riset bidang virology dan biologi molekuler mengungkapkan bahwa ada reseptor alternatif yang dapat dimanfaatkan virus seperti CD8. Ini dibuktikan dengan kemampuan virus menginfeksi jenis limfosit T lain seperti sel T CD8+ yang memiliki (mengekspresikan) reseptor CD8 ini. Yang lebih fatal lagi yakni ada indikasi bahwa virus dapat tidak membutuhkan reseptor sama sekali untuk masuk ke dalam sel. Sebuah studi terbaru memperlihatkan bahwa sel-sel progenitor atau sel-sel induk yang notabene tidak memiliki kedua jenis reseptor di atas dapat pula diinfeksi virus.
Masalah lain yang sangat krusial adalah kesukaan terhadap reseptor pembantu yang berbeda-beda antarstrain virus. Dalam artian bahwa untuk dapat masuk (entry) ke dalam sel, antara kelompok virus satu dengan lain tidak menggunakan reseptor pembantu yang sama. Sampai saat ini telah diidentifikasi empat reseptor pembantu yang dapat digunakan virus. Namun demikian, beragam kendala yang muncul dari perilaku virus “aneh bin ajaib” ini tidak berarti menutup harapan bagi dikembangkannya vaksin yang berbasis antibodi netralisasi. Memang dengan banyaknya permasalahan fundamental yang muncul tersebut tidak pernah menciutkan nyali para ahli dalam penelitian. Harapan itu tercermin dari studi-studi terbaru yang berhasil mengidentifikasi beberapa jenis antibodi yang dapat menetralisir isolat-isolat HIV-1 khususnya dari subtipe B.
Dari studi terbaru para ahli berhasil mendapatkan dua jenis antibodi yang berperan dalam perubahan konformasi gp120. Secara teoretis, apabila kedua jenis antibodi ini bekerja, maka meskipun virus dapat menempel pada tempat pelekatannya (reseptor) dipermukaan sel, perubahan konformasinya dapat dihambat sehingga virus tidak dapat menjangkau reseptor pembantunya (koreseptornya). Jika hal ini terbukti maka virus tidak dapat masuk ke dalam sel target. Jenis antibodi netralisasi lain yang berhasil diidentifikasi diantaranya terkait dengan daerah pelekatan CD4 pada selubung virus. Antibodi ini telah diujikan pada tikus transgenik yang dipapar dengan HIV. Juga pada monyet model yang diinfeksi dengan hibrid HIV/SIV (simian imunodefisiensi virus/sejenis HIV yang menginfeksi monyet). Hasilnya, antibodi ini mampu memproteksi hewal model tersebut dari infeksi virus.
Bagaimana mendisain vaksin yang dapat menstimulai beragam jenis antibodi netralisasi ini dengan jumlah yang tinggi sehingga mampu melindungi sel dari infeksi virus adalah merupakan prioritas penelitian yang perlu dipecahkan. Untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan terobosan konseptual dalam rekayasa protein dan pemahaman imunologi tentang bagaimana sel B dapat dengan mudah distimulasi dan dipilih sesuai dengan yang diinginkan. Seperti diketahui bahwa sel adalah sel imun yang bertanggung jawab dalam menghasilkan antibodi. Dibandingkan dengan infeksi virus lain, infeksi HIV sangat unik yakni (1) target HIV adalah sel-sel imun itu sendiri yang menjadi jantung pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Penurunan imunitas yang perlahan-lahan berujung pada tahap imunodefisiensi menyebabkan mudahnya muncul infeksi oportunis. (2) sebagian genom HIV dapat menyisip pada kromosom sel inang sebagai provirus dan menyebabkan infeksi laten atau diam yang bisa bermanifes. Provirus ini sama sekali tidak terjamah oleh sistem imun. (3) virus HIV memiliki tingkat mutasi yang tinggi, yang tentu saja memberikannya kemampuan berkelit dari sistem imun. Kesimpulan yang dapat diambil adalah HIV tidak sepenuhnya dapat dibersihkan oleh sistem imun namun menjadi menetap untuk selamanya.
Berkaitan dengan kemampuan mutasi virus, HIV-1 mampu berkembang cepat menjadi belasan subtipe (clade) hanya dalam beberapa dekade. Bila ditelusuri silsilah genetiknya seperti yang terdapat dalam jurnal yang ditulis oleh para ahli, menyatakan bahwa subtype virus ini terpisah dalam tiga kelompok utama: M (mayority), O (outliers), dan N (non-M/non-O). Dua kelompok terakhir terbatas dijumpai di Afrika Barat. Sementara kelompok M yang terdiri dari 10 subtipe (A sampai J) bertanggung jawab atas pandemi global HIV/AIDS. Selain itu berkembang pula rekombinan antar-subtipe, semisal rekombinan antara subtipe A dan E yang disebut CRF01 AE. Ini menandakan tingginya variasi genetik virus yang tentunya berimplikasi pada upaya pengembangan vaksin.
0 komentar
belum ada komentar