Bahan bakar bioetanol bagi energi masa depan
Indonesia memerlukan penelitian pengembangan energi masa depan yang massif karena lading-ladang minyak di Indonesia tidak berproduksi optimal. Pertanyaannya adalah mungkinkah didapat energi alternatif pengganti BBM yang murah dan ramah lingkungan? Tulisan ini mencoba untuk menguraikan bioetanol sebagai pengganti BBM sebagai energi alternatif masa depan.
Pemenuhan kebutuhan energi sangatlah penting bagi teknologi masa kini, sehingga tidak heran jika negara-negara yang memiliki sumber energi melimpah biasanya kaya. Sebaliknya, negara-negara yang tidak memiliki persediaan energi seringkali tidak memiliki sumber finansial untuk membeli energi. Situasi ini menimbulkan lingkaran masalah bagi negara-negara tersebut. Tanpa uang untuk membeli energi, teknologi menjadi terbatas. Tanpa teknologi modern, biasanya tak mungkin untuk mengumpulkan sumber finansial.
Negara berkembang terjebak dalam dilema seperti di atas. Tidaklah mengejutkan jika melihat banyaknya negara yang terlibat aktif dalam mengembangkan cara-cara untuk menggunakan bahan bakar alternatif, yang biasanya berdasar pada sumber alam yang melimpah ruah. Bioteknologi menjadi suatu faktor dalam menyelamatkan energi. Salah satu negara yang mempunyai program energi yang berdasarkan pada bioteknologi yakni Brasil, dengan programnya Program Alkohol Nasional (the National Alcohol Program).
Seperti manusia, orang yang tidak kaya berusaha lebih keras untuk memanfaatkan semua materi yang tersedia secara efisien dan efektif. Demikian juga dengan negara berkembang, yang seringkali memimpin dalam usaha memanfaatkan bahan limbah dan mendaur ulang sisa-sisa bahan. Bioteknologi telah menyediakan cara untuk memanfaatkan limbah dengan efektif, yang secara umum menggunakan cara modifikasi kimia pada materi melalui fermentasi. Misalnya, banyak materi tanaman berserat yang dibuang setelah proses produksi gula dari tanaman tebu.
Bahan limbah ini dahulu dibuang begitu saja. Tetapi sekarang ada cara fermentasi yang bisa mengubah limbah tersebut menjadi sejumlah produk berguna, antara lain alkohol dan bahan kimia industri lainnya. Teknologi produksi kertas, dalam perkembangannya yang terakhir dapat memanfaatkan bahan-bahan yang sebelumnya hanya dibuang sia-sia. Kini, terdapat banyak cara untuk memanfaatkan bagian-bagian tanaman yang dahulu ditumbuhkan dan dipanen hanya untuk satu tujuan saja.
Teknologi pembuatan minyak goreng saat ini dapat memanfaatkan seluruh bagian tanaman kelapa sawit. Padahal, sebelumnya “hanya” menggunakan minyak yang diisolasi dari bijinya. Perkembangan-perkembangan seperti ini adalah cara murah untuk meningkatkan nilai ekonomi produksi pertanian.
Program Alkohol Nasional (Proalcohol) yang dibentuk pemerintah Brasil pada tahun 1975 adalah salah satu contoh pencapaian aplikasi langsung dan subsidi finansial dari teknologi. Sebagai negara berkembang, Brasil memiliki sejarah panjang akan hutang negara. Apa saja yang bisa menurunkan ketidakseimbangan perdagangan akan dapat membantu mengurangi hutang negara.
Sebagian besar biaya impor Brasil diperuntukkan bagi minyak dan bahan bakar lain. Penelitian yang dilakukan selama tahun 1950-1960-an telah memunculkan suatu cara untuk memproduksi bahan bakar yang dapat diperbaharui dengan mudah dan pada saat yang sama juga menurunkan ketergantungan pada pasokan energi dari pihak asing. Caranya adalah memproduksi dan memanfaatan etanol atau alkohol budi daya pertanian bioetanol sebagai bahan bakar.
Pada awalnya, industri alkohol bahan bakar merupakan lompatan kecil bagi negara penghasil gula terbesar di dunia ini. Tetapi, pada tahun 1974, harga minyak mentah dunia naik secara drastis, dan Program Alkohol Nasional Brasil akhirnya diluncurkan.
Alkohol pertanian bioetanol bisa dihasilkan dari fermentasi mikroba pada berbagai macam material tanaman. Di Brasil, materi yang paling berlimpah adalah tebu, yang ditumbuhkan dan dipanen untuk memproduksi gula. Banyak bagian tanaman tebu yang dibuang sebagai limbah. Akan tetapi, sisa-sisa dari produksi gula ini bisa difermentasikan untuk memproduksi etanol.
Produksi etanol Brasil pada tahun 1996 mencapai 14,5 miliar liter (sekira 46% total produksi etanol global). Etanol produksi Brasil ini terutama digunakan untuk bahan bakar mobil dan kendaraan pribadi lainnya.
Perlu dibedakan antara etanol hidrat dan etanol anhidrat. Etanol anhidrat (tidak mengandung air) digunakan sebagai aditif bahan bakar. Sekarang ini, di Brasil, sebanyak 22% etanol anhidrat dicampur dengan bensin, dan campuran ini bisa dipakai untuk semua jenis mobil, truk, atau bis tanpa modifikasi mesin. Sedangkan alkohol hidrat (mengandung sekira 5% air) bisa digunakan langsung tanpa dicampur dengan bensin, tetapi hanya untuk mesin-mesin dengan modifikasi tertentu. Meskipun etanol bukan merupakan bahan bakar yang paling efisien, namun campurannya dengan bensin telah berhasil menurunkan ketergantungan pada bahan bakar berbasis minyak bumi.
Negara berkembang yang ingin mencapai hasil menguntungkan dari bioetanol membutuhkan kemauan dan usaha yang keras. Perlu dibuat fasilitas pemroduksi etanol, serta juga jumlah material yang cukup. Selain itu, sistem yang ada harus dikembangkan untuk distribusi etanol, dan kendaraan-kendaraan bermotor perlu dimodifikasi untuk dapat menggunakan bahan bakar etanol dengan lebih efisien (untuk etanol hidrat).
Mungkin yang paling penting adalah perlunya pendidikan dan sosialisasi pada masyarakat mengenai keuntungan program bioetanol ini sehingga mereka bisa menerima bahan bakar etanol-bensin sebagai bahan bakar alternatif. Bila ingin melepaskan diri sepenuhnya dari ketergantungan pada bahan bakar impor, maka perlu digunakan kendaraan yang bertenaga etanol hidrat.
Pada awalnya, pemerintah Brasil memberi subsidi tahunan untuk projek ini. Sebagian besar subsidi digunakan untuk meningkatkan penggunaan etanol hidrat sebagai pengganti bensin seutuhnya. Namun, di tahun-tahun terakhir, produksi gula Brasil berhasil dijalankan tanpa subsidi pemerintah. Kini produksi etanol hidrat telah menurun.
Sekarang mari melihat ke negara maju, yakni Amerika Serikat. Produksi etanol di negara ini pada tahun 1996 adalah sekira 7,6 miliar liter. Pro-etanol (gasohol) telah meningkatkan pemanfaatan hasil panen seperti jagung, yang difermentasikan untuk menghasilkan etanol. Hal ini telah membantu memecahkan masalah-masalah kompleks semacam ketergantungan pada minyak asing, penurunan penggunaan bensin tanpa timbal (oktan rendah), meningkatnya pemasukan hasil ekonomi pertanian, karena kelebihan hasil panen, dan menurunnya polusi udara.
Dibandingkan dengan bahan bakar fosil seperti bensin, etanol ternyata unggul sebagai bahan bakar yang dapat diperbaharui dengan pembakaran yang lebih bersih dan tidak menghasilkan gas-gas berefek rumah kaca pada saat pembakaran. Seperti halnya suatu produk teknologi, bioetanol memunculkan juga dua persoalan penting. Pertama adalah pada beberapa tahun terakhir ini hasil panen jagung tidak lagi melimpah, sehingga meningkatkan harga stok bahan pangan. Kedua barangkali adalah menurunnya dukungan pemerintah.
Apakah sejarah dan keadaan masa kini akan etanol di Brasil serta Amerika Serikat berarti teknologi fermentasi tidak berhasil? Tentu saja tidak. Menghubungkan antara kebijakan sosial, ekonomi, dan politik dengan teknologi baru mungkin saja tidak memecahkan seluruh masalah. Tetapi setidaknya hal ini memungkinkan kita untuk mengembangkan alternatif-alternatif yang berguna.
Yohanis Ngili
Dosen Kimia, Universitas Cenderawasih