Kisah Satria, Satelit Pemerintah yang Nyaris Gagal
Pemerintah telah menyiapkan peluncuran Satelit Republik Indonesia (Satria) untuk menyebarkan akses internet di berbagai daerah. Namun rupanya, satelit pemerintah ini nyaris saja gagal diluncurkan.
Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Ismail menjelaskan, ada tiga slot orbit yang masa pemakaiannya akan berakhir, yakni Palapa C1-B (113 BT), Garuda-2 (123 BT) dan PSN-146E (146 BT)
Masing-masing slot orbit tersebut dihuni oleh Palapa C1-B yang akan dipakai untuk satelit Nusantara Dua dan direncanakan meluncur tahun 2020. PSN-146E di slot orbit 146BT akan digunakan untuk menempatkan satelit Satria milik Bakti Kominfo. Lalu, satelit Garuda-2 di slot orbit 123BT akan dipakai untuk menempatkan satelit yang akan memberikan layanan telepon satelit dan bakal diluncurkan tahun 2024.
"Ini waktunya akan berakhir dalam waktu dekat. Sementara kita belum sanggup meluncurkan (satelit-red)," ucapnya di Indotelko Forum, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Kondisi itu yang diperjuangkan Kominfo lewat World Radiocommunication Conference (WRC) 2019 yang digelar di Mesir beberapa waktu lalu. Kepada seluruh negara yang hadir di WRC, Indonesia seperti dikatakan Ismail, membutuhkan slot orbit tersebut karena tengah layanan broadband secara masif.
"Kita sampaikan untuk kebutuhan sarana pendidikan, kesehatan, keamanan nasional, dan lainnya. Ini semua dibutuhkan satelit untuk negara kepulauan seperti Indonesia. Alasan itu yang diterima negara lain dan akhirnya menyetujui perpanjangan satelit Indonesia," ungkap dia.
Ismail mengatakan perpanjangan pemakaian slot orbit ini rata-rata sampai tiga tahun ke depan, yakni pada tahun 2023-2024. Kesempatan tersebut yang bakal dimanfaatkan untuk menyiapkan peluncuran satelit, termasuk milik pemerintah sebelum masa berlakunya berakhir.
"Ya, kalau ini tidak berhasil, ya mereka harus menyiapkan floaters dan sebagainya itu untuk biaya besar dan belum tentu frekuensinya aman. Karena membangun floaters tuh frekuensinya itu tidak bisa sejumlah frekuensi yang dibutuhkan," tutur Ismail.
"Alhamdulillah kita berhasil sehingga biaya dari operator untuk menjaga frekuensinya karena terlambat itu bisa diberikan extend," pungkasnya.
Sumber : detik.com