Diskusi bersama Mama-Mama Malind seputar aktivitas investasi di Kampung Zanegi & Wayau Distrik Anim Ha Kab. Merauke
Kampung Zanegi
Tanggal 22 September 2012, SKP Keuskupan Agung Merauke melaksanakan Diskusi singkat bersama kelompok perempuan Malind dkampung Zanegi terkait dampak dari aktivitas investasi. Kegiatan tersebut berlangsung di rumah bapak ketua dewan stasi dadihadiri 12 orang mama-mama yang membawa serta anak-anak mereka. Dalam diskusi yang difasilitasi langsung oleh Tri Kanem(Manager Program SKP-KAME), mama-mama mencoba kembali mengingat situasi dulu sebelum perusahaan datang. Hidup rukun, saling melayani dan tolong menolong yang merupakan nilai dasar orang Marind sudah hilang. Ungkapan seorang peserta, mama Petronela
"Dulu tanaman wati dipakai sebagai upah atau imbalan untuk orang yang membantu tetangganya kerja, tapi sekarang orang stra kenal wati lagi, uang de jadi raja. Semua bisa jadi kalau ada uang".
Selain itu juga, hutan yang merupakan sumber pangan dan obat dan juga dihormati sebagai mama, sudah hilang dan musnah. Maucari rusa, saham dan babi hutan saja harus berhari-hari tinggal di hutan.Disisi lain, keterlibatan perempuan dalam pertemuan-pertemuan di kampung sangat kurang. Apalagi, pertemuan terkait tanah adat sangat tertutup dan perempuan tidak pernah dilibatkan. Mereka merasa, suara dari hati nurani yang hendak diuangkapkan hanya sebatas impian dan angan-angan.
Larangan menjual tanah untuk masa depan anak-anak dan cucu seakan hanya angin lalu.Sekarang, mereka yang menanggung bebanberat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berjalan kaki berkilo-kilo hanya untuk mencari sumber air bersih dan kayubakar. Padahal dulu, mereka hanya melangkah dibelakang rumah dan menggunakan air bersih dari rawa sagu.Uangkapan-ungkapan dari mama-mama di kampung Zanegi ini merupakan pelajaran berharga untuk mama-mama Malind lainnya dan juga untuk kita semua.***VTK
Kampung Wayau
Keesokan harinya (23/09/2012), SKP Keuskupan Agung Merauke melanjutkan kegiatan yang sama di kampung Wayau. Setelah melintasi rawa Inggun dengan berjalan kaki dan perjalanan panjang sekitar satu setengah jam, akhirnya pertemuan yang diperkirakan akan dilaksanakan pukul 11.00 WIT terpaksa diundur pukul 14.00 WIT. Dalam diskusi yang dihadiri 10 orang mama-mama Malind, keluar uangkapan-ungkapan rasa sayang dari mama-mama Malind Wayau terhadap mama-mama Malind Zanegi. Salah satu peserta diskusi, Mama Dominika Balagaize mengungkapkan rasa haru yang sangat mendalam atas kondisi saudara-saudaranya di kampung Zanegi. "Dulu waktu perusahaan baru habis bayar dorang, itu setiap hari dorang makan nasi. Dong su lupa pi pangkur sagu atau berburu.
Lagu tumbuk bunyi dimana-mana trus dong sedikit-sedikit cabut uang merah (Rp 100.000 -red) untuk pi beli lampion atau pinang. Tra lama begini, dong su mulai susah karena uang su menguap habis". Peserta lain, Mama Brigita Samkakay mengungkapkan "kita tra perlu belajar jauh-jauh ke Kalimantan atau ke Jawa tentang hutan, bila perlu cukup study banding ke kampung Zanegi dan Buepe. Jalan ke kota lain itu tidak ada hasilnya, buang-buang uang saja dan pulang tidak buat apa-apa. Kalau mau lihat kondisi hutan yang rusak, cukup datang ke kampung Zanegi.
Kami masyarakat kampung Wayau belajar banyak dari pengalaman saudara-saudara di sebelah (kampung Zanegi -red), kami tidak mau mengalami hal yang sama, apalagi sekarang ini perusahaan sudah mulai masuk dan ada atur-atur dengan pemilik dusun disini". Kelompok mama-mama di kampung Wayau bersikeras menentang penjualan tanah karena mereka bilang kalau tanah itu sumber dari kehidupan mereka. Harapan mereka kedepan perempuan di kampung Wayau semakin dilibatkan dalam berbagai hal, bukan hanya sebagai petugas gereja saja tetapi perempuan bisa mengambil peranan didalam menentukan masa depan kampung mereka. ***VTK
1
Saya ingin cari pengalaman dan teman serta daerah pedalaman dan kebudayaan merauke,Papau, Indonesia