Gejala Tsunami Pendidikan di Merauke
Gebrakan Bupati kabupaten Merauke bapak Drs. Romanus Mbaraka, MT dalam rangka meningkatkan kualitas anak didik pada daerah terpencil belahan bumi anim ha, merupakan suatu terobosan brilian untuk memecahkan permasalahan yang terjadi selama ini. Mengembalikan dan menyadarkan seorang tenaga pengajar akan peran dan tanggung jawab mereka yang sangat vital terhadap jaminan masa depan suatu generasi dikabupaten merauke khusunya pada daerah – daerah pedalaman, merupakan suatu hal yang harus dijalankan dan dilaksanakan.
Pengambilan gaji yang semula pada rekening pribadi telah diubah ke tahap manual, yakni gaji – gaji dibayarkan oleh bendahara distrik dan otomatis pengambilan dilakukan pada distrik yang dimaksud. Kebijakan ini terjadi karena adanya raport negatif terhadap tanggung jawab dari mayoritas guru yang tidak menjalankan kewajiban sebagai mana mestinya ditempat mereka mengabdi sehingga hal tersebut akan berimbas pada kelangsungan masa depan anak didiknya, yang adalah putra - putri asli merauke dan merupakan asset berharga yang harus diselamatkan.
Pada erah modern yang serba instan seperti sekarang ini, hati nurani yang diberikan oleh sang pencipta tidak lagi dapat diletakan pada dasar pengabdian tanpa pamrih. Kesejahteraan seorang guru merupakan penjamin dari kelangsungan sebuah proses belajar mengajar dan hal ini harus terpehuhi jika tidak akan muncul sebuah istilah “ Ada Uang Anak Disayang, Tidak Ada Uang Anak Melayang “. Yang sangat ditakutkan adalah jangan sampai ungkapan istilah tersebut menjadi tolak ukur berpikir dan landasan pengabdian dari para tenaga pengajar yang ada dikabupaten merauke, khususnya daerah – daerah terpencil.
Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke harus tegas, bijaksana, dan selektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tegas dalam menjalankan aturan/instruksi apalagi jika aturan/instruksi itu masuk dalam kategori menyelamatkan dan menjaga kelangsungan masa depan sebuah generasi marind anim yang sedang mengarah pada ancaman kebodohan abadi, selain itu ketegasan dalam memberikan sangsi kepada para tenaga pengajar yang nakal, harus dapat diterapkan dan jangan hanya sebatas wacana. Bijaksana dalam mendengarkan setiap keluhan dan harapan dari para guru khusunya yang berada pada daerah – daerah terpencil, disinilah peran kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran sebagai pengayom sangat diperlukan, yakni dalam setahun minimal 1 kali melakukan kunjungan langsung ke sekolah – sekolah yang berada dipedalaman terpencil kabupaten merauke sehingga peristiwa sperti ini dapat dicegah. Selektif dalam menertibkan guru – guru yang akan melakukan tugas belajar, sertifikasi , dan lain sebagainya, sehingga tidak terjadi kekosongan tenaga pengajar pada sekolah – sekolah khususnya dipedalaman kabupaten merauke.
Didalam Kode Etik Guru, point kesembilan disebutkan bahwa “ Guru Melakasanakan Segala Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan”, dan pada Ikrar Guru Indonesia, point ketiga disebutkan bahwa “Kami Guru Indonesia Bertekad Bulat Mewujudkan Tujuan Nasional Dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa “. Yang jadi pertanyaan apakah ancaman mogok mengajar pada setiap sekolah yang diutarakan oleh bapak sekertaris PGRI kabupaten merauke beberapa waktu (4/10/2012) melalui siaran RRI, mencerminkan semangat Pengabdian Sejatih Tanpa Pamrih dari para guru yang telah tertuang didalam Kode Etik Guru dan Ikrar Guru Indonesia ?. Diharapkan pertemuan dengar pendapat antara Dinas Pendidikan dan Pengajaran dengan Para Guru yang dimediasi oleh DPRD kabupaten Merauke pada tanggal 9 - Oktober – 2012, dapat memberikan solusi yang tidak merugikan pihak manapun terutama para anak didik dan harus dilandasi semangat pengabdian tanpa pamrih yang telah tertuang didalam Kode Etik Guru dan Ikrar Guru Indonesia.
Oleh ; Sergino. Nd