Upaya Memberantas Penyakit Kaki Gajah
Filariasis atau yang umumnya dikenal sebagai kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini masih banyak ditemukan pada penduduk Indonesia termasuk di provinsi Papua. Ada tiga spesies cacing yang menyebabkan penyakit ini, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Secara epidemiologi, parasit ini dibedakan menjadi lima jenis dengan habitat yang berbeda-beda. Cacing dewasa hidup di kelenjar limfa, dengan masa hidup bisa sampai enam hingga sepuluh tahun. Sedangkan cacing kecil hidup di dalam darah dan memiliki periodisitas, yakni hanya bisa terdeteksi pada malam hari. Cacing filaria hidup di dalam sistem limfatik atau kelenjar limfa. Setelah itu, menyebar hingga pembuluh limfa, dan jika ini terjadi maka timbullah disfungsi sistem limfa. Terjadilah penumpukan cairan, dan di sinilah bakteri berkembang biak sehingga timbul filariasis.
Gejala klinis filariasis kronis antara lain berupa pembesaran menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar. Penderita penyakit ini tidak mesti mengalami pembengkakan pada bagian kaki, melainkan bisa juga pada bagian tubuh lain. Dilihat dari namanya, banyak orang mengira manifestasi klinis menahun penyakit itu berbentuk pembesaran kaki, padahal hal itu juga bisa terjadi pada organ tubuh lain, termasuk alat kelamin. Ciri-ciri cacing penyebab penyakit ini antara lain, cacing dewasa (makrofilaria) bentuknya seperti benang putih kekuningan, sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang putih. Makrofilaria jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfa. Pada malam hari, mikrofilaria terdapat dalam jaringan darah tepi, dan siang hari mikrofilaria ada di kapiler alat-alat dalam seperti paru-paru, jantung, dan hati.
Laporan hasil riset lembaga penyelidikan kesehatan masyarakat, sampai pertengahan tahun lalu tercatat lebih dari 12.000-an kasus kronis filariasis yang dilaporkan di seluruh Indonesia termasuk Papua. Para penderitanya tersebar hampir merata di seluruh kabupaten di Indonesia, dan sebagian besar merupakan daerah endemis filariasis. Mengingat besarnya kerugian akibat penyakit ini, maka sudah semestinya pemerintah menargetkan filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia pada beberapa tahun mendatang. Terkait hal itu, pemerintah menerapkan strategi memutus mata rantai penularan filariasis dengan pengobatan masal di daerah endemis.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi penyakit kaki gajah, dan sekitar 40 juta penderita di antaranya telah mengalami kecacatan menetap. Selain itu, lebih dari satu miliar orang berada di daerah endemis penyakit itu, terutama negara miskin dan negara berkembang. Di negara-negara tropis dan subtropis, tempat penyakit ini banyak ditemukan, prevalensi infeksinya terus meningkat. Hal ini seiring dengan pembangunan perkotaan di banyak negara berkembang yang tidak terencana dan makin padat sehingga menciptakan tempat perindukan nyamuk yang menularkan penyakit ini. Perburukan penyakit kronis ini lebih banyak dijumpai pada komunitas masyarakat miskin, orang dewasa, dan berjenis kelamin pria, khususnya untuk hydrocoele atau pembesaran pada buah zakar.
Selama ini pengobatan penyakit kaki gajah menggunakan DEC (Diethil Carbamazine Citrate), Albendazole, dan parasetamol dengan dosis tunggal sekali setahun selama minimal lima tahun di daerah tersebut. Hal ini tentu saja bertujuan menurunkan prevalensi mikrofilaria menjadi kurang dari satu persen. Strategi lain adalah mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis, mengembangkan penelitian, dan memperkuat surveilans, serta pengendalian vektor secara terpadu.
Siklus hidup filaria pada tubuh nyamuk terjadi jika nyamuk itu menggigit dan mengisap darah penderita filariasis sehingga mikrofilaria di tubuh pasien ikut terisap ke badan nyamuk. Mikrofilaria lalu menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot dada. Pada stadium tiga, gerak larva sangat aktif sehingga mulai pindah dari rongga perut, ke kepala, dan ke alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk pembawa mikrofilaria ini menggigit manusia, mikrofilaria berbentuk larva infektif itu masuk ke tubuh manusia. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfa. Setelah dewasa, cacing filaria akan menyumbat pembuluh limfa sehingga menyebabkan pembengkakan misalnya pada kaki dan tangan. Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah ketika orang itu digigit nyamuk infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium tiga.
Hasil riset bidang biokimia menyebutkan bahwa nyamuk itu mendapat mikrofilaria pada saat mengisap darah penderita filariasis yang mengandung mikrofilaria. Kemudian, nyamuk yang mengandung larva stadium tiga itu menggigit orang lain. Apabila terserang penyakit kaki gajah, gejala klinis akut yang tampak, antara lain, demam berulang-ulang, pembengkakan kelenjar getah bening sampai terlihat di daerah lipatan paha, sementara ketiak tampak kemerahan, panas dan sakit. Selain itu, terjadi pembesaran organ tubuh seperti tungkai, lengan, payudara, buah zakar terlihat agak kemerahan dan merasa panas.
Jika tidak segera diobati, pembesaran terus terjadi hingga membentuk jaringan ikat dan menimbulkan kecacatan menetap beberapa tahun kemudian. Hal ini bisa menimbulkan stigma sosial, masalah kesehatan serius, hambatan psikologis, dan kerugian ekonomi. Selain produktivitasnya berkurang, asupan gizi penderita menurun. Dalam banyak kasus, penderita filariasis kronis cenderung menarik diri dari lingkungan sosial karena merasa malu. Agar tidak terjadi kecacatan permanen, diagnosis penyakit kaki gajah perlu dilakukan sejak dini. Caranya, dengan mengenali gejala-gejala klinis akut maupun kronis, yang dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan itu dilakukan dengan pengambilan darah pada jari penderita saat malam hari. Saat itu cacing filaria berada di jaringan darah tepi.
Untuk mencegah serangan penyakit kaki gajah, banyak cara bisa dilakukan. Sebagai contoh, menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor dengan memakai kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat antinyamuk. Selain itu, pencegahan dapat juga dilakukan dengan cara memberantas jentik-jentik nyamuk dengan membersihkan bak air di rumah, serta menimbun, mengeringkan, atau mengalirkan genangan air yang jadi tempat indukan nyamuk. Sejauh ini, pengobatan filariasis, baik secara perseorangan maupun pengobatan massal, dalam jangka panjang digunakan DEC (Diethil Carbamazine Citrate). Obat ini membunuh mikrofilaria dan makrofilaria atau cacing dewasa. Sampai saat ini, DEC merupakan obat penyakit kaki gajah yang efektif, aman, dan relatif murah.
Dengan memahami mekanisme perkembangan dan penyebaran penyakit ini hingga pada sistem pengobatan yang maksimal maka kita bisa meminimalkan faktor resiko penyebaran penyakit ini secara masif di kabupaten Merauke ini.
Yohanis Ngili,
Dosen Kimia Universitas Cenderawasih
0 komentar
belum ada komentar