"Soal Klaim, Malaysia Lebih Cerdik" "Jadi, jangan marah ya, kalau baca warisan budaya itu, nasi goreng ada di dalamnya."
Malaysia boleh saja unggul dari Indonesia untuk jumlah wisatawan mancanegara. Jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Negeri Jiran itu mencapai 28 juta orang. Jauh mengungguli Indonesia, yang baru 7,7 juta tahun lalu.
Namun, dari kualitas wisatawan yang datang, Indonesia tak kalah bersaing. Penerimaan devisa tahun lalu juga cukup besar. Nilainya US$8,5 miliar, atau tumbuh 11,8 persen.
Bahkan, selama 2000-2010, rata-rata pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 4,39 persen. Lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia 3,47 persen.
Tahun ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 8 juta orang. Dalam tiga tahun ke depan, target akan makin digenjot hingga 10 juta orang.
Tak hanya mengejar pertumbuhan industri pariwisata, dalam kunjungan ke kantor redaksi VIVAnews, Kamis 26 Juli 2012, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, juga banyak berbicara mengenai potensi industri kreatif. Apa saja peluangnya dan bagaimana kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia, simak perbincangannya dengan redaksi berikut ini:
Mengapa ekonomi kreatif disatukan dengan pariwisata?
Jawabannya karena ada dua arah. Sedangkan intinya ada enam alasan. Pertama, dampak sosial yang diciptakan oleh pariwisata dan ekonomi kreatif. Pariwisata itu kan semacam basic need, masyarakat mencari leisure, meningkatkan kualitas hidup. Baik pariwisata maupun ekonomi kreatif itu membangun rasa bangga kepada negara. Kedua, meningkatkan citra dan identitas bangsa. Jadi, ikon pariwisata dan ekonomi kreatif itu mengangkat image negara. Kalau Indonesia, mungkin apakah itu kain batik, komodo, atau candi Borobudur. Setiap negara punya ikon sendiri.
Anda punya contoh negara yang berhasil dengan kekuatan "ikon" itu?
Ya, seperti Korea, salah satu negara yang saya kagumi. Mereka kaya K-Pop, yang mampu mengangkat negara itu sampai bisa menjadi sesuatu yang mendunia. Itu fenomena pop culture, tapi dia berhasil tidak western. Itu Korea banget, Asia banget. Jadi, saya juga punya ambisi mencari I-Pop. I don't know what it is like to be. Tapi, saya ingin banget ada I-Pop. Di Korea, prosesnya sampai 6-8 tahun. Salah satu harapan saya adalah menemukan I-Pop. Mungkin bisa dangdut, tapi tidak bisa dangdut ala zaman dulu, tapi dangdut ala kontemporer.
Alasan lain soal penyatuan bidang pariwisata dan ekonomi kreatif itu?
Yang ketiga, itu untuk mendorong inovator ekonomi kreatif. Keempat, sebagai sumber daya terbarukan. Ini lebih kepada ekonomi kreatif maupun sustainable tourism. Kami berbicara mengenai sumber daya yang terbarukan. Indonesia itu kan basisnya ide, sedangkan ide kan tidak pernah habis. Ada semangat yang bisa dikembangkan terus dan juga kontribusi ekonominya. Ini yang menjadi alasan kelima, yang orang jarang tahu, terutama di pariwisata.
Berapa kontribusi industri ini terhadap produk domestik bruto (PDB)?
Saya berusaha untuk ekspos bahwa pariwisata itu kontribusinya secara langsung terhadap PDB sebesar empat persen. Tapi, tidak langsungnya 9 persen. Cukup signifikan, karena kadang orang melihat pariwisata itu begitu saja, happy-happy. Padahal, kontribusi ekonominya besar. Saya belajar banyak waktu ada tourism minister meeting of G-20 countries. Saya baru ikut tahun ini. Kami dapat 1-2 kalimat dalam forum itu, karena job creation what are the strong job in the world are tourism. Dan hampir semua sektor anjlok, tetapi tourism tetap naik.
Kenaikan itu juga termasuk saat krisis?
Iya. Kita juga akan banyak dikontribusi dari ekonomi kreatif. Itu penting, tetapi bukan satu-satunya. Ini menjadi alasan keenam terkait iklim bisnis, terutama terkait penciptaan lapangan usaha, pemasaran, dan dampak bagi sektor lain.
Anda mengatakan bahwa pariwisata dan ekonomi kreatif mempunyai dua arah, bisa dijelaskan?
Intinya kalau ekonomi kreatif berkembang, pariwisata juga akan masuk. Jadi, misalnya soal K-Pop itu. Orang berbondong-bondong ke Korea karena K-Pop, nonton konsernya, ikuti gaya rambut kah? Aneh ya, he..he. Jadi, ekonomi kreatif itu membuat daya tarik wisata. Keberadaan pariwisata sangat menghidupkan ekonomi kreatif. Karena hampir semua kegiatan pariwisata itu isinya ekonomi kreatif. Hotel perlu arsitek, dan arsitek itu bagian dari ekonomi kreatif. Perlu designer interior, perlu interior hotel yang setiap kamar ada lukisan. Perlu pernak-pernik, ada kuliner, seni pertunjukan, musik, ada juga
souvenir.
Menurut Anda, apa sebenarnya yang menjadi sasaran belanja wisatawan?
Kalau wisata, yang dibelanjakan oleh wisatawan setelah akomodasi dan travel, nomor dua dan tiga adalah shopping dan food. Tergantung apakah mereka itu wisatawan mancanegara (wisman) atau nusantara (wisnus). Wisman lebih banyak untuk food dan souvenir. Kalau wisnus nomor satu adalah shopping, baru souvenir, dan food. Ketiganya juga menyentuh ekonomi kreatif.
Berdasarkan data yang ada, bagaimana tren kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia?
Ada tren angka-angka yang menarik dari 2000-2010. Pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Indonesia dari berbagai negara, rata-rata di atas dunia. Kecuali saat kejadian extraordinary seperti peristiwa bom Bali, tsunami, travel warning. Yang langsung anjlok itu pada 2002, saat bom Bali terjadi dua kali. Tapi, kalau pada saat keadaan normal, pertumbuhannya di atas rata-rata dunia. Selama periode itu, pertumbuhannya mencapai 4,39 persen, sedangkan dunia hanya 3,47 persen.
Jika dibandingkan Malaysia, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia jauh tertinggal. Bagaimana Anda menyikapinya?
Angka yang kami peroleh tahun lalu 7,7 juta wisatawan mancanegara. Ini yang menjadi perbandingan, kenapa Malaysia bisa 28 juta orang. Saya juga heran kenapa sampai wah. Oke, itu mungkin pekerjaan rumah kami. Tapi, kita juga harus melihat kualitas turisnya. Mungkin kita beda dengan Malaysia, kalau Thailand mungkin mirip dengan kita. Kalau di Malaysia itu, turis asing tinggalnya nggak lama-lama amat. Di Indonesia rata-rata lama tinggal 8 hari. Cara menghitungnya pun beda, misalnya dari Singapura menyeberang ke Johor itu dihitung. Tapi, yang jelas kami akan fokus untuk tumbuh dari 7,7 orang menjadi 10 juta orang dalam tiga tahun ke depan.
Selama ini, wisatawan asal negara mana yang paling banyak berkunjung ke Indonesia?
Lima besar sumber turis, pertama adalah Singapura, lalu Malaysia, Australia, China, dan Jepang. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan turis asal China lebih cepat, rata-rata naik 20-23 persen. Turis dari China di Bali jadi nomor tiga terbesar. Kalau dari sisi jumlah harus targetkan China, karena baru 600 ribu. Kami targetkan 1 juta orang tahun depan. Perbandingannya, di Singapura saja sudah 1,5 juta orang yang datang dari China.
Kalau dari wisatawan nusantara, provinsi mana yang memiliki daya tarik tinggi?
Yang daya tariknya tertinggi adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Jateng dan Jabar merupakan pusat budaya di Pulau Jawa. Sedangkan Jakarta dan Jawa Timur adalah pusat bisnis Indonesia. Tapi, yang menarik adalah ada tiga provinsi yang lebih dari 50 persen penduduknya jarang keluar dari daerahnya. Ternyata mereka banyak yang jalan-jalan di daerahnya sendiri, yakni Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Barat. Apakah ini antara lain karena persoalan income atau konektivitas,ini perlu dianalisis. Kalau faktornya income, Sulawesi Selatan hanya 11 persen yang penduduknya keluar dari provinsinya sendiri. Padahal, income-nya lumayan besar.
Malaysia punya andalan tagline Truly Asia, bagaimana dengan Indonesia?
Kita Wonderful Indonesia. Kami akan menggunakan taktik yang berbeda dengan Malaysia. Kalau Malaysia mungkin menangnya karena yang pertama memulai, dan dia amunisi utamanya adalah iklan di CNN. Kami nggak kuat. Anggarannya mungkin 10 kali lipat dari kami. Tapi, kalau messaging dan kekayaan tourism, kita jauh lebih baik. Messaging kami, targetnya bukan kuantitas tourism, tapi kualitas.
Kenapa Wonderful Indonesia. Apa tidak klise?
Kami banyak berdebat mengenai ini. Tapi, akhirnya saya berkesimpulan, tagline tidak terlalu penting. Yang penting mesagge-nya dan konsistensi dari mesagge selama beberapa periode yang cukup panjang. Masalahnya tagline pariwisata ini sudah ketiga kalinya berubah dalam kurun waktu delapan tahun terakhir. Tagline ini baru dua tahun, sebelumnya Ultimate in Diversity. Sebelumnya lagi, Smile Away. Belum bagus sih, tapi sudah mulai dikenal. Minimal simbol Garuda sudah mulai dikenal yang ekornya warna warni. Logo sudah cukup ada brand identity. Ini lebih kepada brand message-nya dan ini
masuk ke ranahnya teman-teman media, how to send the messages.
Bagaimana strateginya?
Ini levelnya banyak banget, apakah iklan di CNN, film di National Geographic, televisi, atau social media. Menurut saya, social media marketing adalah sesuatu yang kami akan galakkan dengan intensitas yang tinggi. Karena pertama, dia economical, biayanya nggak besar. Tapi, kalau kami melakukannya dengan baik, dampaknya akan besar. Kami sedang mematangkan message dan bahannya sedang dirapikan, semoga akhir tahun ini sudah bisa di-launching. Dari sisi destinasi, kami mempunyai dua strategi, fokus kepada minat khusus.
Apa saja minat khusus itu?
Ada tujuh minat khusus yang akan dikembangkan, di antaranya wisata budaya dan sejarah, wisata alam dan ecowisata, wisata olahraga rekreasi seperti menyelam, selancar, kapal layar, golf, sepeda, dan maraton. Ini sangat berpotensi, karena tidak memerlukan investasi besar, karena bahannya sudah ada. Kami juga akan lihat bagaimana aksesibilitas, promosi, dan paket-paketnya. Wisata kapal pesiar baru 118 ribu penumpang yang datang ke Indonesia tahun ini. Target kami 600 ribu dengan perbaikan pelabuhan, koordiansi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki pelabuhan. Kami putuskan pelabuhan sebagai pintu masuk wisata kapal pesiar seperti Tanjung Mas untuk ke Borobudur.
Untuk pengembangan industri pariwisata, apa sebenarnya kendala terbesar?
Kendala terbesar adalah infrastruktur dan aksesibilitas, di antaranya terkait konektivitas. Jadi, misalnya airport-nya kurang besar, sehingga penerbangan juga nggak bisa masuk. Direct flight (penerbangan langsung) tidak ada, sehingga ongkos menjadi mahal. Karena orang harus pindah pesawat berkali-kali, terus naik kapal, bahkan semua moda transportasi digunakan untuk sampai ke tempat tujuan wisata. Jadi, hitung-hitungannya mahal, sehingga tidak accessable ke semua orang.
Tahun ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan 8 juta wisatawan mancanegara. Apa strategi Anda?
Kalau tahun ini kami bisa memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi dari China, recovery di Jepang, dan ekonomi Australia yang masih kuat. Jadi, saya cukup optimistis dengan pertumbuhan dari negara-negara yang menjadi sumber turis kita itu. Karena mereka tidak mengalami krisis dan tumbuh dengan baik. Eropa, walaupun ada krisis, ternyata turis dari Jerman dan Inggris tumbuh sekitar 8 persen. Jadi masih bagus. Selain itu, kami akan memperbaiki promosi, infrastruktur, dan destinasi yang ada. Kami juga bekerja sama dengan travel operator di negara-negara asal wisatawan mancanegara itu. Sebab seringkali mereka masih mempunyai bayangan bahwa Indonesia susah nih, macet, airport-nya juga nggak memadai.
Bagaimana reaksi Anda terkait keluhan ini?
Kami belum sempurna, tapi akan terus berusaha. Apalagi, akan ada banyak direct flight tahun ini. Misalnya, Garuda akan ada rute Haneda-Denpasar dan Taipei-Denpasar. Jadi, direct flight sangat kelihatan dampaknya terhadap jumlah wisman. Ke Korea, tahun depan juga akan bertambah menjadi 10 penerbangan Seoul-Jakarta, jadi double dari yang sekarang. Wisman asal Korea kan baru 320 ribu, padahal yang ke Kamboja sudah 1 juta orang. Jadi, potensi wisata kita semestinya bisa dimanfaatkan untuk menarik mereka, seperti Borobudur sebagai Candi Budha terbesar dunia. Kami berharap, dengan makin banyaknya direct flight itu dan konektivitas yang membaik, jumlah wisman juga akan meningkat.
Kalau soal anggaran promosi pariwisata, bagaimana perbandingannya
dengan Malaysia?
Anggaran pemasaran kita sekitar Rp600-700 miliar. Ini naik terus. Malaysia 8-10 kali dari kita, tertinggi di dunia. Walaupun angka wisman ke Malaysia besar, atau empat kali lipat dari wisman ke Indonesia, dari sisi devisa hanya dua kali lipat. Kalau dihitung berapa dolar yang turis belanjakan, dan berapa yang diperoleh masing-masing negara, kita nggak kalah. Jadi, jangan hanya dilihat dari sisi jumlah 8 juta orang dibanding 28 juta orang. Karena kalau terbang dari Serawak ke Kuala Lumpur juga dihitung.
Apakah ada standar internasional untuk menghitung jumlah wisman yang masuk ke suatu negara?
Sebetulnya ada, dari United Nation World Tourism Organization. Kalau menurut saya, kita cukup oke dalam menghitung. Kami ikuti aturan. Kalau Malaysia, ada cross border dihitung, jadi bisa dua kali. Dihitungnya dari formulir imigrasi.
Untuk promosi di Asia, bagaimana sebenarnya peluang pariwisata Indonesia?
Kalau dana promosinya sekian, kami harus pintar-pintar menggunakannya. Yang paling mahal kan memang iklan di CNN, mahal banget. Kalau punya uang, kami bisa 10 kali sehari beriklan. Malaysia kan begitu. Kalau kami melakukan itu, ya habislah dananya. Jadi, harus lebih pintar dalam menggunakan social media marketing, banyak cara untuk melakukan promosi.
Terkait ekonomi kreatif, beberapa daerah memiliki banyak komunitas
kreatif, bagaimana Anda menyikapi peluang itu?
Kalau saya lihat, Malang itu luar biasa. Di sana banyak animator. Saya juga nggak tahu kenapa. Saya selalu berusaha untuk bertemu dengan komunitas-komunitas kreatif di daerah-daerah. Malang sangat dinamis. Surabaya saya lihat potensinya ada, tapi kelompok-kelompok komunitas di sana belum terlalu bergabung. Tapi, yang paling maju itu Bandung. Bahkan, pemerintah daerah setempat membentuk komite ekonomi kreatif Jawa Barat. Di sana sudah terbentuk 100 kelompok komunitas ekonomi kreatif. Itu seperti yang kami dambakan.
Bagaimana dengan keberadaan taman budaya, bukankah itu bisa dikembangkan?
Dari tahun 80-an, sudah ada 25 taman budaya di berbagai kota. Di Jakarta ada TIM (Taman Ismail Marzuki). Itu yang kami aktivasi dan modernisasi untuk bisa menarik anak muda. Jadi, nanti bisa bekerja sama dengan pemda. Itu target-target kami, mudah-mudahan berhasil. Kami bisa saja menggelar event-event yang bagus. Seharusnya itu bisa menjadi tempat untuk berkreasi, tempat para seniman bertemu dan menggelar seni pertunjukan. Yang paling besar Bali, di Jogja juga bagus.
Untuk menopang industri kreatif itu, program apa yang sudah dijalankan?
Platform digital, kami punya portal Indonesia kreatif yang terdiri atas tiga fugsi. Pertama, showcase, untuk memamerkan secara virtual mengenai apa pun. Kedua, untuk konsultasi. Jadi, ada ahli-ahli yang bisa dikonsultasikan. Tujuannya adalah untuk creativepreuneur dan akhirnya untuk ajang jual beli. Ketiga, adalah untuk memposting event-event yang berhubungan dengan ekonomi kreatif. Eksistensinya sudah tiga tahunan, belum terlalu besar, tapi traffic-nya lumayan.
Cerita-cerita seperti apa yang nantinya akan ditayangkan?
Anybody can create, yang interesting saja. Yang sederhana misalnya, warungnya mbok siapa itu yang sudah berhasil, sampai dengan orang yang menjual perusahaannya ke Yahoo. Jadi, cerita-cerita seperti itu yang akan kami share. Misalnya ada daerah yang pariwisatanya berkembang, ada seseorang yang tadinya income-nya cuma Rp1 juta, sekarang jadi Rp5 juta karena melakukan sesuatu dan lain-lain. Jadi, lebih kepada story actual goodnews storage. There is an idea, that's a goodnews, like a growing middle class, kita berhasil mengatasi krisis atau lainnya.
Target yang Anda kejar?
Gelombang ekonomi kreatif itu adalah sosialisasi untuk kaum muda. Targetnya yang berusia 18-35 tahun, persis seperti pengguna Facebook. Itu ada sekitar 60 persen atau 70 persen dari total penduduk. Jadi, kami mau menciptakan gelombang "virus", agar semua excited dan memahami apa itu ekonomi kreatif, potensinya apa, dan menjadi pelaku maupun apresiator dari ekonomi kreatif itu.
Apa saja kegiatannya?
Kegiatannya macam-macam, festival, kerja sama dengan Good News Network Indonesia, pekan produk Indonesia, Jazz festival, festival lagu anak, sampai dance festival. Jadi, always yang happy-happy. Karena di sini akan banyak sekali idenya, banyak orang punya ide, dan anak muda itu sangat pandai untuk membuat event-nya. Selain itu, menciptakan ekosistem untuk creativepreuneur. Mulai dari orang punya good idea, sampai bagaimana dia tumbuh besar.
Bagaimana soal "klaim" warisan budaya Indonesia oleh negara lain?
Kalau urusan klaim-mengklaim, yang penting kita harus punya dokumentasi. Jadi, kita harus mencintai, mengapresiasi warisan budaya kita, jangan tunggu sampai dicuri orang, baru ribut. Dalam taman budaya maupun program-program ke depan, harus ada upaya dokumentasi dari berbagai warisan budaya kita. Tentunya ini harus bekerja sama dengan Dirjen Kebudayaan yang ada di Kemendikbud. Itu banyak sekali yang harus didokumentasikan. Kementerian ini sewaktu masih bernama Kemenbudpar, selama tiga tahun terakhir sudah mendokumentasikan lebih dari 1.000 warisan budaya, ada permainan tradisional, kuliner, tarian, dan lain-lain. Yang penting didata dengan baik, kita harus punya database yang baik. Kita buktikan bahwa itu berasal dari daerah di Indonesia.
Jika ada orang atau negara yang ingin menggunakan warisan budaya itu, apa sikap Indonesia?
Kalau ada orang yang mau pakai, kita harus terbuka. Orang yang menggunakan, selama tidak mengklaim, seperti gamelan dipakai di musik modern, diajarkan di sekolah-sekolah Amerika, justru akan membantu promosi kita. Jadi, itulah keuntungannya kalau ada database, yang bisa mendata dan melindungi bahwa itu asalnya dari Indonesia. Bahkan, bisa menjadi sumber inspirasi, seperti kalau ada orang kreatif yang akan membuat tarian baru. Dia pasti meriset tarian-tarian tradisional tertentu, kemudian dikombinasikan, sehingga menjadi tarian baru.
Sejauh ini, terkait upaya pendaftaran warisan budaya Indonesia di Malaysia, apakah sudah ada pembicaraan?
Itu harus tanya Kemenlu dan Kemendikbud. Tapi, saya baca laporannya. Apa yang dilakukan Malaysia, sebetulnya mereka itu cerdik. Jadi, setelah kasus lagu "Rasa Sayange" sekitar tahun 2005, mereka mengeluarkan semacam undang-undang untuk mendaftarkan warisan budaya nasional Malaysia. Itu hanya daftar saja. Jadi, jangan marah ya, kalau baca warisan budaya itu, nasi goreng ada di dalamnya. Malaysia tidak mengklaim, dia cuma mengatakan bahwa nasi goreng itu sebagai salah satu makanan nasional mereka. Ada kategorinya, misalnya tarian, makanan, atau lainnya. Jadi, maksudnya, mereka tidak mengklaim bahwa itu berasal dari Malaysia. Itu cuma makanan yang ada di Malaysia.
Apakah ada mekanisme atau ketentuan internasional soal warisan budaya ini ?
Belum ada. Memang, ini salah satu yang sedang dibahas. Lead-nya ada di Kemenlu, bagaimana kita deal dengan komunal, istilahnya popular and traditional knowledge. Local wisdom-nya yang susah, tidak dimiliki oleh orang tetapi komunitas.
sumber:vivanews.com