MEREBAKNYA KEMBALI PENYAKIT POLIO DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
WHO (World Health Organization) atau badan kesehatan dunia berkampanye di negara-negara endemik polio termasuk Indonesia. Kampanye tersebut bertujuan untuk eradikasi global dan imunisasi massal untuk membebaskan planet ini dari penyakit polio. Tulisan ini mencoba mengulas kembali program PIN yang pernah gencar dilakukan pemerintah, dan kemungkinan keberhasilan program imunisasi massal pada tahun 2016 ini, yang dilakukan terhadap 5 jutaan anak Indonesia yang berusia 0-59 bulan.
Kekhawatiran masyarakat dan pemerintah terhadap penyebaran penyakit polio memang cukup beralasan. Selain jumlah penderita yang ditemukan kian bertambah, ditemukannya gejala ini dilebih dari satu daerah juga membuat kekhawatiran meningkat. Padahal, dari sisi medis, anak-anak dan balita yang sudah mendapatkan imunisasi polio lengkap tidak akan terkena penyakit ini. Kalaupun terjadi, bisa dipastikan sangat jarang. Namun kondisi psikologis di masyarakat memang berbeda. Walaupun kemungkinan (probability) hanya 1 dari 200.000 anak yang mungkin terkena polio, kegamangan tetap menghantui masyarakat.
Meskipun upaya pemerintah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dinilai relatif baik, berbagai nada skeptis juga mencuat ketika pemerintah dihadapkan pada wabah penyakit. Merebaknya kasus lumpuh layuh yang ditengarai sebagai serangan virus polio liar tidak hanya membuat sibuk kalangan medis, tetapi juga semakin meningkatnya kekhawatiran masyarakat akan keseriusan pemerintah memberantas penyakit ini melalui imunisasi.
Usaha Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang dilakukan telah dilakukan selama ini, yang intinya melakukan gerakan imunisasi secara serentak di seluruh provinsi. Gerakan nasional yang dulunya bertujuan untuk mengajak masyarakat mengimunisasi anak-anak balita di posyandu atau rumah sakit yang telah ditentukan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan konsep PIN ini. Namun kelemahan pendekatan model ini banyak dinilai kurang bisa mendidik dan menyadarkan masyarakat akan arti dan pentingnya imunisasi bagi kepentingan masyarakat sendiri.
Setelah beberapa tahun kemudian, yakni sekarang, seperti kita lihat PIN yang dijalankan tidak berhasil mencapai cakupan sesuai target yang telah ditetapkan, yakni minimal 90 persen. Setelah sepuluh tahun lamanya Indonesia dinyatakan bebas polio, ternyata Indonesia kembali terjangkiti oleh virus mematikan ini. Penyakit polio atau yang dikenal dengan poliomyelitis, disebabkan virus polio jahat yang tersebar di alam, yang dijuga disebut wild polio.
Berbagai kendala menghadang, seperti masalah dana, logistik, terutama cold chain (tempat menyimpan vaksin) yang memenuhi standar untuk menjaga keefektifan vaksin. Keefektifan vaksin ini penting dalam memenuhi persyaratan ilmiah dan medis. Vaksin polio memerlukan suhu yang stabil yakni minimal minus 80 derajat celcius, mulai dari pabrik hingga proses distribusinya ke tempat-tempat imunisasi. Selain itu juga kendala geografis daerah terpencil, dan lainnya. Kurangnya kegiatan edukasi untuk mendorong tumbuhnnya kesadaran masyarakat, kekurangberhasilan pencapaian cakupan PIN kurang bisa terkompensasi dan tetap terjadi pada kegiatan-kegiatan PIN berikutnya. Akibatnya, seperti yang telah diduga cukup banyak anak yang tidak terimunisasi sehingga mudah terinfeksi dan memicu terjadinya outbreak (kejadian luar biasa) polio.
Penyakit polio yang ditemukan ditemukan di sejumlah wilayah di Indonesia, dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa ini disebabkan oleh virus polio liar tipe 1, seperti yang ditemukan di Arab Saudi. Virus ini menyerang sistem saraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan total hanya dalam hitungan beberapa jam saja. Virus ini memasuki tubuh lewat mulut dan berkembangbiak dalam usus. Gejela awalnya adalah demam, rasa lelah, pusing-pusing, muntah, kekakuan di leher dan rasa ngilu dibagian tungkai. Untuk sementara ini tidak ada obat untuk polio, atau dengan kata lain, penyakit ini bisa dicegah tetapi tidak bisa diobati. Yang harus diperhatikan oleh masyarakat adalah penyakit ini hanya menyerang manusia. Penyebarannya terjadi dari manusia ke manusia, penularan virus inipun akan semakin cepat pada pemukiman penduduk yang terlalu padat, dan sanitasi yang buruk.
Penyebab penyakit polio adalah virus polio yang terdiri dari 3 strain yakni, strain 1: Brunhilde, strain 2: Lanzig, dan strain 3: Leon. Strain 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat adalah yang paling paralitogenik atau yang paling berbahaya (ganas), dan seringkali menyebabkan kejadian luar biasa. Untuk strain 2 adalah yang paling jinak dan yang sudah berhasil dimusnahkan. Virus polio termasuk genus Enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuk virus ini icosahedral, tanpa sampul, envelope, dengan genom RNA (suatu single stranded messenger molecule). Single stranded RNA membentuk hampir 30% bagian dari virion dan sisanya terdiri dari empat protein besar (VP 1-4) dan satu protein kecil (Vpg).
Polio telah dikenal sejak 3.000 tahun yang lampau, hal ini dibuktikan pada pahatan Mesir kuno yang menggambarkan kelumpuhan yang diakibatkan penyakit ini. Berbagai upaya dilakukan agar penyakit ini dihilangkan dari muka bumi ini, diantaranya dengan mengembangan vaksin polio sejak Tahun 1955. Wabah penyakit ini, menurut laporan WHO, melumpuhkan dan menimbulkan korban tak kurang 500.000 jiwa melayang tiap tahun. WHO, sejak tahun 1988 menggalang dana dan terus berkampanye untuk membebaskan dunia dari polio melalui upaya eradikasi polio global. Beberapa kawasan dunia yang pemerintahnya sungguh-sungguh bekerja keras, membuahkan hasil rakyatnya bebas polio, seperti Negara-negara Eropa tahun 2001, Pasifik Barat tahun 2000, dan Amerika Serikat bahkan dari tahun 1994.
Virus polio ternyata juga bisa menyerang otot pernapasan. Pada kasus ini penderita tidak menunjukkan atau merasakan gejala-gejala penyakit. Kasus semacam ini tentunya akan semakin berbahaya karena tanpa diketahui si penderita. Selama itu virus ini menggerogoti tubuhnya hingga akhirnya menemui kematian. Kasus semacam ini ternyata diketahui hampir 90 % terjadi pada para penderita polio.
Virus RNA ini diketahui memiliki sifat fisik, kimia, biologi, dan pola epidemi. Sedangkan cara menginfeksinya, virus ini digolongkan ke dalam enterovirus bersama virus coxsckie dan ECHO. Virus ini bisa menyerang dalam tubuh manusia lewat mulut baik itu dengan perantaraan makanan, kontak mulut ke mulut. Selain melalui mulut, virus ini berkembang di tenggorokan dan di usus. Beberapa hari kemudian, virus yang masuk ke darah yang kemudian menyebar ke seluruh jaringan tubuh, terutama susunan saraf (sumsum tulang belakang) dan otak. Jika virus ini menyerang saraf kaki, selain menghambat pertumbuhan kaki karena susunan sarafnya mati, juga bisa menimbulkan kelumpuhan atau paralisis pada penderitanya. Kelumpuhan sering terjadi pada bagian kaki, tetapi bisa juga menyerang lengan, biasanya sebelah saja atau asimetri.
Pencegahan penyakit polio harus dilakukan sejak dini, yaitu dengan memberikan vaksin kepada anak-anak sejak bayi. Vaksin polio yang diberikan kepada bayi saat ini biasanya jenis polio oral (OPV). Vaksin yang berasal dari bibit virus biasa yang sudah dilemahkan ini merupakan hasil penemuan ilmuwan Albert Sabin, ilmuwan berkebangsaan Amerika yang saat ini digunakan secara luas di dunia. Vaksin ini mudah diberikan, sekalipun kepada bayi karena melalui mulut.
Keuntungan vaksinasi melalui mulut ini adalah efek ganda imunisasi dan aman bagi bayi. Selain tidak menyakitkan, juga akan menimbulkan imunitas intestin (usus) terhadap virus polio. Selain OPV ada juga jenis vaksin polio inaktif (IPV) yang juga ditemukan oleh Albert Sabin. Vaksin tersebut berasal dari bibit polio ganas yang dimatikan. Bibit itu kemudian dibiakkan dalam substrat ginjal kera yang steril dari virus atau organisme lainnya. Setelah berkembang biak kemudian diambil sebagai vaksin.
Proteksi terhadap penyakit polio sebenarnya telah dilakukan pada saat bayi mendapat paket imunisasi dasar untuk mencegah penyakit-penyakit TBC, Polio, Pertusis atau batuk rejan, Diptheria, Tetanus, Hepatitis, dan Campak. Diharapkan dengan 4 kali dimaksudkan agar bayi dapat menyusun antibodinya dengan maksimal. Vaksin manapun yang diberikan kepada bayi, tentunya merupakan pilihan terbaik dalam upaya mencegah terjangkitnya penyakit polio.
Kegagalan dalam memberantas penyakit polio sebenarnya terkait dengan masalah kesehatan kita secara umum. Masalah itu antara lain, pertama, bagaimana meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kesehatan mereka. Kedua, bagaimana meningkatkan kemauan politik pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya anggaran untuk kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Anggaran itu diperuntukkan antara lain untuk pembangunan infrastruktur seperti puskesmas dan rumah sakit, peningkatan sumber daya manusia yang terlibat seperti dokter dan para medis, pengalokasian dana yang memadai untuk research and development khususnya untuk penyakit-penyakit yang bisa mengakibatkan outbreak seperti polio ini.
Yohanis Ngili
Dosen Kimia, Universitas Cenderawasih
0 komentar
belum ada komentar