Membaca genom bakteri Mtb dan manfaatnya bagi pengobatan penyakit Tuberkulosis (Tb)
Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI kembali memperingatkan dan mengkampanyekan bahaya penyakit Tuberkulosis (Tb) dengan satu harapan agar di waktu yang tidak terlalu lama lagi dapat ditemukan vaksin dan obat ampuh yang dapat meredam mewabahnya penyakit tuberculosis (TB). Maksud dari kampanye yang masif ini adalah untuk mengingatkan warga dunia untuk sadar akan bahaya penyakit infeksi mematikan ini. Sejak hampir dua dekade lalu, Bahan Kesehatan Dunia, WHO, mencanangkan TB sebagai penyakit yang termasuk global emergency, karena jumlah penderitanya telah mencapai angka memprihatinkan. Tulisan berikut ini membahas tentang riset tentang bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mtb) penyebab penyakit TB.
Hampir seluruh organ dapat diserang bakteri Mtb seperti usus, tulang, dan juga kulit, tetapi yang paling banyak diserang adalah paru-paru karena sifat bakteri Mtb yang aerob, artinya dalam melangsungkan hidupnya bakteri ini menyukai jaringan yang kaya oksigen. Salah satu mekanisme fenotipik resistensi pada bakteri Mtb karena adanya mutasi gen yang mengode protein sasaran antibiotik. Dalam menjalankan fungsinya, gen yang mengode protein biasanya dikendalikan gen pengatur, gejala resistensi juga bisa disebabkan adanya mutasi pada gen pengatur tersebut. Hasil riset yang dilakukan beberapa ahli biomolekuler menyimpulkan, resistensi bisa terjadi pada satu atau lebih obat anti-TB. Penelitian resistensi TB banyak dilakukan terutama resistensi terhadap lebih dari satu obat, disebut multidrug resistance atau resitensi ganda. Dari data penelitian terhadap penderita TB resisten di India menunjukkan resistensi terhadap isoniazid (60-70%), rifampicin (95%), INH-ethionamide (10%), streptomycin (60%), fluoroquinolone (90%), pyrazinamide (70-100%), ethambutol (69%). Demikian juga hasil penelitian TB di beberapa wilayah di Indonesia menunjukkan jumlah penderita TB resisten isoniazid jauh lebih banyak daripada resisten terhadap obat antituberkulosis lainnya.
Asam hidrazida isonikotinat (INH) atau asam hidrazida 4-piridin karboksilat merupakan obat TB kompleks, Mekanisme reaksi obat INH, terutama yang menyebabkan timbulnya resistensi INH sangat kompleks dan masih belum diketahui secara lengkap.
Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, sehingga hanya bisa hidup pada keadaan kandungan oksigen tinggi. Dalam es atau keadaan dingin, bakteri ini dapat bertahan selama bertahun-tahun, berada dalam keadaan dormant (tidak aktif). Pertumbuhannya dalam suatu medium pertumbuhan (juga dalam hewan) sangat lambat. Diperlukan waktu paling cepat dua belas jam bagi bakteri ini untuk menggandakan dirinya didalam medium kaya. Konsentrasi lemak yang tinggi menyebabkan bakteri ini mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu hidrofobik, tahan asam, impermeabel bila diwarnai, tahan serangan antibodi dan pertumbuhannya lambat .
Bagaimana hasil riset yang dilakukan para ilmuwan yang bergerak dalam biomedik, biokimia, biologi molekuler, dan rekayasa genetika? Suatu hasil kolaborasi dari berbagai bidang ilmu di antara ratusan pakar mencoba memahami mekanisme metabolisme organisme ini. Telah lebih dari satu dekade yang lalu, genom Mtb berhasil dibaca urutan nukleotidanya oleh Cole dan koleganya di Laboratorium Sanger Center yang dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional bergengsi, Nature.
Bakteri Mtb secara alami resisten terhadap berbagai antibiotik yang telah ada sebelumnya. Hal ini menyebabkan sulitnya pengobatan penyakit TB secara tuntas. Sifat resisten ini dipengaruhi oleh adanya enzim-enzim yang mampu memodifikasi obat seperti β-lactamase dan aminoglycosida acetyl transferase. Akan tetapi, dengan pengetahuan kita mengenai mekanisme metabolisme, gen pengkode protein, fungsi protein, komposisi dan proses duplikasi dari bakteri Mtb, akan semakin memacu kita dalam menemukan obat baru atau vaksin yang ampuh. Dengan memahami mekanisme metabolisme bakteri ini dengan tepat menggunakan data pemetaan genom Mtb, para ilmuwan tengah berusaha mengartikan bahasa "biologi molekuler" yang terkandung didalamnya sehingga bisa memperoleh ribuan target baru agar upaya dunia untuk segera meredam bakteri penyebab penyakit paling mematikan ini dapat tercapai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Kini, telah banyak riset yang bertujuan melakukan kajian tentang gen yang bertanggung jawab dalam sifat resistensi terhadap antibiotika pada bakteri Mtb sehingga dapat dikembangkan metode deteksi terhadap bakteri tersebut. Di mana tahap awal berupa pembuatan kumpulan klon bakteri E. coli yang membawa secara parsial DNA (genom) bakteri Mtb yang resisten terhadap antibiotika streptomisin (strR) (partial genomic library). Diharapkan koleksi genom tersebut dapat dipakai sebagai model pencarian gen yang bertanggung jawab pada sifat resistensi terhadap antibiotika, khususnya streptomisin. Dengan didapatkan koleksi genom Mtb, diketahui gen yang bertanggung jawab atas sifat resistensi, dan suatu metode untuk mendeteksi gen tersebut dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR), diharapkan akan mempercepat diagnosis penyakit TB dengan terapi yang cepat dan tepat. Penggunaan metode deteksi bakteri Mtb berdasarkan proses PCR merupakan metode yang sensitif dan spesifik, yang hanya membutuhkan waktu satu-dua hari. Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah melakukan isolasi total DNA bakteri Mtb yang resisten terhadap antibiotika streptomisin dan antibiotika lainnya dalam jumlah memadai dan menguji kemurniannya sehingga dapat digunakan untuk keperluan kloning; membuat kumpulan klon bakteri E. coli yang membawa DNA (genom) bakteri Mtb secara parsial; dan melakukan karakterisasi terhadap klon bakteri E. coli tersebut.
Makin banyak kasus TB pada orang yang terinfeksi HIV membuktikan bahwa imunitas berperan besar di dalam membatasi meluasnya infeksi TB pada sel inang. Vaksinasi dengan Bacille Calmette-Guerin (BCG) dapat meningkat pada anak-anak dan orang dewasa. Sebagai sampel, BCG memberikan perlindungan pada orang dewasa 0-77%. Kekebalan yang timbul terhadap mikobakterium khususnya adalah kekebalan seluler (cell mediated immuneresponse). Pada infeksi pertama dengan mikobakteria, bila sel inang tidak mati, terbentuklah suatu kekebalan berupa kemampuan untuk membatasi perkembangan dan penyebaran bakteri tersebut. Dengan kemampuan ini, pada infeksi berikutnya akan mudah dilokalisasi dan pertumbuhan baketri dalam jaringan dapat dihambat. Saat ini telah berhasil dimurnikan protein dari filtrat tersebut, yang kemudian disebut Purified Protein Derivative (PPD), yang digunakan untuk diagnosis.
Ke depan, tantangan terberat sebetulnya bukanlah bagaimana mengonstruksi vaksin yang efektif menangkal infeksi awal Mtb, tetapi bagaimana mencegah agar infeksi laten tidak berkembang menjadi TB aktif. Dengan kata lain, vaksin harus mampu memproteksi individu dari reinfeksi atau reaktivasi kuman yang sebelumnya telah memapar individu tersebut. Kegundahan ini sangat penting mengingat sepertiga populasi dunia ini terpapar Mtb.
Tantangan berikutnya adalah vaksin yang dikembangkan juga harus bekerja pada individu yang memiliki koinfeksi dengan HIV. Individu dengan HIV-AIDS memiliki jumlah sel limfosit T (terutama CD4+) rendah. Jenis sel imun ini justru berperan penting dalam pertahanan tubuh melawan TB. Pada tahun-tahun mendatang, kasus koinfeksi TB-HIV dipastikan terus meningkat mengingat vaksin untuk menangkal HIV-AIDS juga belum berhasil dikembangkan. Untuk menjawab tantangan riset ini, pemahaman perjalanan penyakit atau imunopatogenesis TB mutlak diperlukan setiap periset unggul kelas dunia.
Dengan memahami mekanisme patogenesis bakteri Mtb dengan tepat menggunakan data pemetaan genom Mtb, para ilmuwan tengah berusaha mengartikan bahasa "biologi molekuler" yang terkandung di dalamnya sehingga bisa memperoleh ribuan target baru sehingga upaya riset untuk segera meredam mewabahnya bakteri penyebab penyakit paling mematikan ini dapat tercapai. Untuk Indonesia, Dewan Riset Nasional telah menetapkan riset pengembangan kandidat vaksin dan obat anti-TB serta identifikasi mutasi penyebab resistensi obat sebagai prioritas riset.
Yohanis Ngili
Dosen Kimia, Universitas Cenderawasih